KATA Ali ibn Abi Thalib, “Zuhud itu sikap, bukan keadaan. Zuhud yang paling utama adalah zuhud yang disembunyikan.” Adapun menurut Ibnu Taimiyah, “Zuhud sejati adalah meninggalkan yang haram dan menjauhi syubhat yang remang.” Zuhudnya Abu Bakr; ia enggan pada dunia dan dunia pun enggan padanya. Harta di tangannya, akhirat di hatinya. Zuhudnya Umar’ dia enggan pada dunia, tapi dunia bertekuk lutut merayu. Banjir nikmat, tapi dia ikat dirinya pada teladan Nabi dan Abu Bakr.
Imam Ahmad menuturkan, “Zuhud adalah makanan yang menegakkan punggungmu, pakaian yang menutup auratmu dan rumah yang menyembunyikan tangis sujudmu.” Sementara Ibnul Mubarak menjelaskan, “Zuhud adalah segala kenikmatan yang bisa membuatmu menyatakan yang benar tanpa takut; menolong yang lemah tanpa ragu.” Ali r.a menambahkan, “Zuhud penguasa: tampilkan nikmat Allah kepada lainnya agar mengilhami. Zuhud penguasa: jauhi kemewahan agar tiada yang tersakiti.”
Zuhud itu menghiasi diri dengan syukur dan sabar, menghiasi amal dengan ridha dan ikhlas, menghiasi sesama dengan cinta dan ukhuwah. []
Sumber: Salim A. Fillah/Menyimak Kicau Merajut Makna/Pro-U Media