Oleh : Anna Nur F, Ibu Rumah Tangga
KETELADANAN Nabi Ibrahim, Ismail dan ibundanya sungguh amat sempurna. Mereka lah hamba-hamba yang demi cintanya pada Allah melakukan pengabdian dan pengorbanan yang tiada banding.
Banyak pelajaran yang dapat kita petik, dari perjalanan cinta keluarga Nabi Ibrahim. Akan tetap terjaga “hikmah”nya sebagaimana terpeliharanya Alquran. Sungguh, pengorbanan tak tertandingi keluarga mulia ini bisa diteladani oleh seluruh umat Islam sepanjang masa. Pun oleh makhluk lemah bernama wanita. Setiap muslimah bisa berkaca pada ibunda Hajar. Bercermin pada ketaatannya, cintanya dan pengorbanannya yang luar biasa.
Sebagai wanita, Ibunda Siti Hajar adalah pribadi yang amat tangguh, yang cintanya pada Allah teramat dalam. Sebagai istri Siti Hajar adalah pendamping yang penuh khidmat dan ketaatan pada sang suami. Sebagai ibu, Siti Hajar adalah wanita yang begitu menakjubkan. Kasih sayangnya yang sungguh besar pada sang buah hati, tak sedikitpun menghalanginya untuk tetap menempatkan Sang Khalik sebagai yang pertama di hatinya.
Saat ditinggal hanya berdua saja dengan permata hati yang masih bayi, di sebuah gurun tandus tak berpenghuni, Siti Hajar ridla dan ikhlas menjalani. Begitu tahu ayah putranya meninggalkan mereka adalah karena perintah Allah, maka Siti Hajar mendengar dan taat.Menaati Allah sekaligus suami yang amat dicinta.
Ketika Ismail, anak yang teramat menyenangkan hati, diambil untuk “dikorbankan” atas perintah Allah, Siti Hajar pun ridla dan sabar.
Hati beliau begitu putih, tak ada prasangka apapun pada Allah, yang ada hanyalah sebuah keyakinan bahwa Allah adalah Maha Pemberi Yang Terbaik. Hanya yang terbaik yang akan Allah berikan pada para hambaNya baik berupa ujian kesenangan maupun kesusahan.
Andai semua wanita bisa bercermin pada ibunda Siti Hajar, alangkah indahnya. Tak akan lagi dijumpai wanita yang berani melanggar perintah Robbnya, berlenggak lenggok di jalan tanpa hijab penutup aurat. Tak akan lagi ditemui istri-istri yang meraung-raung meratap menjerit-jerit saat suaminya tiada. Tak akan pernah ada lagi wanita yang kacau galau dan berbuat keji saat bercerai dengan suaminya. Tak akan ada, seorang ibu yang tega menyakiti bahkan membunuh anaknya sendiri. Tak akan ada wanita yang suka mencaci maki sesamanya. Tak ada lagi wanita yang sibuk bekerja mengumpulkan harta bahkan beraktivitas terlibat riba. Tak mungkin ada istri yang durhaka dan tak menaati suaminya. Tak ada wanita yang mau berbuat dholim dalam hal apa pun dan pada siapapun. Semua menjadi wanita taat, hebat, kuat dan smart!
Sama sekali ini bukan uthopis ataupun mimpi di siang bolong. Karena semua itu pasti bisa terjadi. Kalau ibunda Siti Hajar bisa, kenapa kita tidak? Kalau wanita-wanita lain bisa menjadi hamba yang kaffah menaatiNya, bisa berkhidmat dan taat sepenuh cinta pada suaminya, mengapa kita tidak?
Kalau banyak wanita bisa menjadi ibu yang luar biasa, kenapa kita tidak? Kalau banyak wanita yang bisa bersabar dengan segala ujian hidup, kenapa kita tidak? Kalau banyak wanita yang mampu menjaga lisannya hanya untuk ucapan yang baik dan bermanfaat saja, kenapa kita tidak? Bukankah kita sama-sama wanita yang diciptakan Allah dengan karakteristik yang sama pula, tak ada perbedaan sedikitpun.
Belajar dari ibunda Siti Hajar akan membuat kita menjadi shalihah, kuat, dan tangguh. Bukankah ujian hidup yang kita hadapi tak seberapa dibandingkan dengan cobaan yang Allah berikan pada bunda Hajar? []
Kirim tulisan untuk KOLOM UMMI lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.