Oleh: Wisnu TP
wisnu.tp@gmail.com
TATKALA Rasulullah SAW diliputi kesedihan akibat penolakan dan cacian penduduk Thaif akan dakwah Islam, Malaikat penjaga gunung bersiap mengangkat Gunung Abu Qubais dan Gunung Qu’aiqi’an kepada penduduk Thaif. Malaikat penjaga gunung berkata, “Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain’.”
Rasulullah SAW menjawab: “Namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua,” [HR Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim].
Hampir satu abad setelahnya, seorang budak tidak sengaja menumpahkan air ke kepala dan wajah Ali bin Al-Husain Zainal Abidin. Sontak, Ali bin Husain berubah raut mukanya karena kesal. Seketika itu, budaknya tersebut membaca surah Ali Imron ayat 134, “Dan orang-orang yang menahan amarahnya”. Mendengarnya, Ali bin Husain berkata, “Aku telah menahan amarahku”. Kemudian budaknya kembali melanjutkan ayat tersebut, “Dan memaafkan orang”. Ali bin Husain kembali berkata, “Aku telah memaafkanmu.” Budak tersebut melanjutkan, “Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Ali bin Husain akhirnya berkata, “Pergilah, sesungguhnya mulai saat ini engkau telah bebas dan menjadi orang yang merdeka,” (Syuabul Iman, Al-Baihaqi).
Empat abad kemudian, dalam Pertempuran Manzikert, pasukan Romawi Timur kalah di tangan Kerajaan Seljuk. Sultan Arp Arslan berhasil menawan Kaisar Romanus Diogenes IV dan dibawa ke hadapannya.
Sultan bertanya kepada kaisar, “Apa yang akan kaulakukan jika saya yang menjadi tawanan perangmu?”
“Mungkin aku akan mengeksekusimu atau mengarakmu di jalan-jalan Konstantinopel,” Kaisar menjawab.
“Hukumanku untukmu jauh lebih pedih daripada itu. Aku memaafkanmu dan membebaskanmu,” Sultan menimpali.
Sultan Alp Arslan kemudian memperlakukan kaisar dengan baik, menempatkan tendanya dekat dengan sultan sebagai penghormatan, kaisar mendapat pengawalan, dan memberinya hadiah beberapa ribu dinar untuk bekal pulang. Sultan bahkan berjalan beberapa mil melepas kepergian sultan.
Bahkan Sultan memaafkan tanggungan upeti kaisar yang harus disetorkan sebagai konsekuensi kekalahan. Dari satu juta limaratus ribu dinar yang disepakati, kaisar hanya mampu membayar 300 ribu saja. Sultan membebaskan kaisar dari tanggungan jumlah selebihnya.
Salah satu mukjizat Rasulullah SAW adalah akhlak mulia, diantaranya sifat pemaaf. Memaafkan adalah amalan hati yang agung di sisi Allah. Ia bukan hanya sebab dibukanya pintu maaf Allah bagi pelakunya, tapi bisa jadi sebab masuknya seseorang ke Surga. Sebaliknya, dendam menjadikan hati seseorang sempit dan sesak.
Nabi SAW bersabda: “Dahulu terdapat seorang laki-laki yang biasa memberikan hutang kepada orang-orang dan apabila ia melihat orang yang dihutangi mengalami kesulitan maka dia berkata kepada pembantunya; “Maafkan dia, semoga Allah ta’ala memaafkan kita. Kemudian dia bertemu dengan Allah dan Dia pun memaafkannya.” (HR. Nasa’i, shahih). []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.