RAKHINE—Muslim Rohingya kembali menjadi sasaran kekerasan ekstremis Budha di Rakhine, Myanmar, pada Selasa (4/7/2017) lalu. Setidaknya satu orang tewas dan enam lainnya mengalami luka-luka.
Ketujuh Muslim Rohingya tersebut tengah melakukan perjalanan untuk membeli kapal ke dermaga Sittwe, ibu kota Rakhine, sebelum akhirnya diserang oleh sekitar 100 orang ekstremis budha.
Meskipun polisi mendampingi ketujuh Muslim Rohingya tersebut, namun mereka tak mampu menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh ekstremis budha tersebut.
Seorang perwira polisi yang mendampingi perjalanan ketujuh Muslim Rohingya itu, membenarkan soal serangan tersebut, demikian seperti dikutip dari Daily Sabah, Selasa (4/7/2017).
Abdu Alam, 65, salah satu dari ketujuh Muslim Rohingya yang terluka itu, dipukul di bagian kepalanya menggunakan sebuah batu bata, mengakui hal yang sama tentang serangan tersebut.
Abdu mengatakan bahwa ketika salah satu dari tujuh orang di truk polisi keluar untuk berbicara dengan penjual perahu, beberapa orang di sana melihatnya dan mulai berteriak, mengajak lainnya untuk menyerang mereka.
“Mereka mulai merajam kami. Beberapa orang memakai tongkat untuk memukul kami. Serangan itu terjadi begitu cepat, sehingga kami terjebak dalam kendaraan dan massa mulai menyerang kami,” kata Abdu Alam.
“Polisi mencoba menghentikan mereka, tapi jumlah mereka terlalu banyak. Akhirnya kita semua terluka dan dibawa ke rumah sakit oleh polisi.”
Kekerasan terhadap Muslim Rohingya hingga kini belum menunjukan tanda-tanda berkurang, sejak meletus pada 2012 lampau.
Jumlah korban akibat kekerasan tersebut disebut-sebut mencapai ratusan jiwa, dan mengakibatkan ratusan lainnya mengungsi.
Muslim Rohingya menghadapi diskriminasi berat di Myanmar yang penduduk mayoritasnya beragama Buddha, dimana mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh yang mencuri tanah Myanmar, walaupun pada faktanya Rohingya telah menetap di Myanmar selama beberapa generasi.
Kekerasan dalam beberapa tahun terakhir telah meluas di Rakhine utara, dimana terdapat populasi Muslim Rohingya yang lebih besar namun tersebar di desa-desa yang tidak dijaga aparat.
Oktober tahun lalu, rezim Myanmar meluncurkan operasi militer di sana pasca terjadinya sebuah bentrokan. Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB serta organisasi Hak Independen menuntut agar tentara dan polisi yang membunuh dan memperkosa warga sipil serta membakar lebih dari 1.000 rumah selama operasi tersebut segera diadili. []