ALKISAH tersebut lah seorang pemuda bernama Alqomah, ia merupakan sahabat ahli ibadah. Rajin shalat, puasa dan bersedekah dengan harta yang ia miliki.
Di suatu waktu, Alqomah sakit keras. Sakitnya mengantarkan ia menuju gerbang ajal. Namun ada hal yang menahan dia untuk segera kembali berpulang ke rahmatullah. Lidah Alqomah kelu, membujur kaku, kesulitan mengucapkan kalimatillah. Kalimat Tauhid, “Laa Ilaaha Illallah.”
Setiap orang yang membimbingnya menemui hambatan, sukar membimbing Alqomah mengucap “Laa Ilaaha Illallah.” Hingga kabar itu sampai ke telinga Rasulullah.
Rasul pun mendatangi kediaman Alqomah, berbincang dengan kerabat dan handai taulan sang sahabat. Beliau kemudian bertanya, “Apakah kedua orang tua Alqomah masih hidup?” maka diketahuilah bahwa Ayah sahabat itu telah meninggal. Menyisakan ibunya saja. Rasul pun meminta Ibunda Alqomah dihadirkan.
Nabi pun bertanya kepada sang Ibu, “Wahai Ibunda, bagaimanakah keadaan Alqomah selama ini?”
“Ketahuliah ya Rasulullah, puteraku ini seorang pemuda yang ahli ibadah. Ia tak pernah lalai dalam menjaga shalatnya, begitu pula dengan puasanya. Bahkan ketika ia bersedakah, jumlah dirham yang ia berikan, tak pernah ia hitung bahkan tak ia ketahui berapa banyaknya.” Jawab ibu alqomah.
“Lalu, bagaimana hubungan ia dengan engkau wahai ibunda alqomah?”
Ibunda Alqomah sesaat terdiam, hanya menahan pilu. Tak berkata-kata, hanya berurai buliran air mata.
Dan ia pun kemudian berterus terang kepada Rasulullah, “Wahai Rasul Allah, aku menyimpan rasa sakit. Aku marah, bersebab ia lebih mengutamakan isterinya dari padaku.”
“Ia lebih taat pada isterinya, melebihi diriku ya Rasul.”
Maka Rasul bersabda, “Kemarahan ibunya inilah yang menghalangi lidah Alqomah mengucap “Laa Ilaaha Illallah.”
Dan beliau pun memerintahkan Bilal agar mengumpulkan kayu bakar, sebagai bahan bakar untuk membakar sang pemuda. “Bilal, bakar saja pemuda itu!” sergah Rasul.
Tetiba, sang ibu berkata kepada Rasulullah, “Apa aku tega melihat putera kesayanganku sendiri dibakar di depan mataku!” tegasnya.
“Maka Ridhailah dia,” sabda Rasulullah.
“Demi Allah, shalat, puasa, dan sedekahnya, tidaklah berarti apapun dimata Allah selagi engkau masih marah terhadapnya.”
“Jika engkau ingin ia diampuni Allah, ridhai lah ia.” Tegas Rasul.
Maka sang ibu menengadahkan kedua tangannya, seraya berucap, “Aku mempersaksikan kepada Allah dan kepada engkau ya Rasulullah, bahwa aku telah meridhainya.”
Seketika lidah Alqomah yang sedari awal membeku, kini begitu fasih mengucap “Laa Ilaaha Illallah.” Alqomah meregang nyawa, berpulang dengan hantaran kasih sayang ridha sang ibu. []
Sumber: Islampos/Sirah.