KEMATIAN adalah sebuah keniscayaan, ia kepastian. Namun mengenai kapan waktunya dan di mana tempatnya, itu merupakan rahasia Allah semata.
Ketika kematian mendatangi seorang Muslim, maka menjadi wajib (fardhu kifayah) bagi Muslim lainnya untuk memandikan, mengafani, menshalatkan hingga menguburkannya.
Dalam setiap proses pemulasaraan jenazah, terkadang kita menemui kasus-kasus yang berbeda. Salah satunya adalah soal gigi emas yang dipakai oleh jenazah. Ketika menemui hal tersebut, apa yang harus dilakukan? Apakah gigi emas itu harus dicopot, atau dikuburkan bersama dengan jenazahnya saja?
Imam Ramli dalam Al-Nihayah al-Muhtaj pernah menyinggung mengenai pakaian dari sutera yang hukum asalnya diharamkan bagi lelaki. Ia membolehkan laki-laki memakai sutera selama ada udzur tertentu, seperti menghindari gatal atau kutu. Namun, ketika meninggal dunia sutera itu harus dilepas karena faktor yang membolehkannya sudah tidak relevan lagi.
وَلِهَذَا لَوْ لَبِسَ الرَّجُلُ حَرِيْرَا لِحِكَّةٍ أَوِ قُمْلِ مَثَلاً وَاسْتَمَرَّ السَّبَبُ الْمُبِيْحُ لَهُ ذَلِكَ إِلَى مَوْتِهِ حَرُمَ تَكْفِيْنُهُ فِيْهِ عَمَلاً بِعُمُوْمِ النَّهْيِ وَلِانْقِضَاءِ السَّبَبِ الَّذِيْ أُبِيْحَ لَهُ مِنْ أَجْلِهِ.
“… Oleh karenanya, jika seseorang laki-laki memakai kain sutera misalnya untuk menghindari gatal-gatal atau kutu, dan sebab yang memperbolehkan pemakaian sutera tersebut ada sampai menjelang ajalnya, maka haram mengafani jenazahnya dalam kain sutera tersebut, berdasarkan larangan pemakai sutera secara umum, dan karena habisnya sebab yang memperbolehkan dirinya memakai sutera.” (Syamsuddin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1357 H/1938 M], Jilid II, h. 447)
Namun, bagaimana dengan kasus gigi emas? Permasalahan ini pernah disinggung dalam Muktamar ke-6 Nahdlatul Ulama yang digelar di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 12 Rabiuts Tsani 1350 H atau 27 Agustus 1931 M.
Menganalogikan seperti pendapat Imam Ramli di atas, muktamirin memutuskan “apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayat, maka hukumnya haram dicabut. Dan apabila tidak, maka bila itu seorang laki-laki yang dewasa maka wajib dicabut, bila seorang wanita atau anak kecil maka terserah kerelaan dari ahli warisnya”.
Dengan kata lain, wajib mencabutnya bila jenazah tersebut berjenis kelamin laki-laki dan pencabutannya itu tidak menodai kehormatan jenazah. Mubah bila jenazah pemakai gigi emas tersebut berjenis kelamin perempuan atau anak kecil. Wallâhu a‘lam. []
Sumber: laman NU online.