AFSEL – Para pemimpin Muslim di Afrika Selatan bersama kelompok-kelompok hak sipil mengecam kebijakan Israel yang membatasi akses ke Masjid al-Aqsa yang merupakan tempat suci ketiga kaum Muslim di seluruh dunia.
Sekretaris Jenderal Jami’atul Ulama Afrika, Maulana Ibrahim Bham mengatakan kepada Anadolu pada hari Kamis (20/07/2017) kemarin, bahwa pembatasan tersebut merupakan sebuah hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina, sekaligus sebagai bentuk penghinaan nyata terhadap konvensi internasional.
“Kami telah menyerukan kepada para khatib Jumat di seluruh negeri untuk memfokuskan perhatian mereka pada apa yang sedang terjadi di Masjid al-Aqsa, dan melakukan demonstrasi sebagai bentuk solidaritas terhadap Muslim di Palestina,” kata Syakir Bakr, manajer operasional Yayasan Al-Quds.
Israel telah menutup kompleks Masjidil Aqsa dan membubarkan Shalat Jumat untuk pertama kalinya sejak hampir lima dekade terakhir. Kebijakan sepihak dan ilegal ini diambil pihak otoritas Israel menyusul insiden penembakan pekan lalu yang menewaskan tiga orang Palestina dan dua polisi Israel di dekat kompleks masjid di Yerusalem Timur.
sekelompok tentara Israel melukai sembilan warga Palestina dan menangkap empat lainnya selama berlangsung aksi protes yang menentang penutupan masjid. Israel secara ilegal menduduki Yerusalem Timur selama Perang Timur Tengah tahun 1967. Kemudian pada tahun 1980
lagi-lagi Israel meng-aneksasi kota suci umat Islam itu dan mengklaim seluruh bagian kota Yerusalem sebagai ibukota “abadi” negara Yahudi. Inilah sebuah klaim yang mengada-ada dan tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Di kota ini pula berdiri Masjid Al-Aqsa yang terkait dengan peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, pasukan kaum Muslim berhasil membebaskan kota suci tersebut dan membuat seluruh penduduk Yerusalem hidup berdampingan secara damai. []
Sumber: World Bulletin