Oleh: AM. Waskito
Bismillahirrahmaanirrahiim. Setelah kekalahan serius yang diderita dalam perang melawan Hamas, Zionis Israel membuat kegaduhan lagi dengan menyerbu komplek Masjid Al Aqsha di Yerusalem, Palestina.
Di antara kita sendiri masih ada yang bertanya-tanya: Apa dalilnya kita mesti membela Masjidil Aqsha (atau Muslimin Palestina secara umum)? Perlukah kita membela masjid itu? Apakah itu termasuk urusan Syariat atau bid’ah yang diada-adakan? Buat apa membela masjid yang berada di Yerusalem tersebut?
Sebagian orang meributkan, apakah Masjidil Aqsha termasuk tempat suci kaum Muslimin atau bukan? Perdebatan pun berlangsung. Tapi ingatlah, banyak perkara menjadi urusan Syariat ketika di sana terdapat HAK-HAK MUSLIMIN yang dilanggar. Dalam riwayat Rasulullah SAW bersabda: “Man qutila duna maalihi fahuwa syahid” (siapa terbunuh karena membela agamanya, dia mati syahid). HR. Al Bukhari dan Muslim.
Cukup kiranya harta seorang Muslim menjadi jalan mencapai Syahadah, padahal harta itu tidak disucikan seperti layaknya Kota Makkah dan Madinah. Apakah harus menunggu label “Kota Suci” untuk membela hak-hak Umat ini?
Berikut ini kami sampaikan 10 alasan Syariat untuk membela Masjidil Aqsha serta merebutnya dari tangan para agresor zhalim:
[1]. Masjidil Aqsha adalah satu di antara dua nama masjid yang disebutkan dalam Al Qur’an. Tidak ada nama masjid ketiga yang disebutkan secara jelas namanya dalam Kitabullah. “Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada suatu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang diberkahi di sekitarnya.” (Surat Al Isra’: 1). Jika nama masjid ini disebutkan secara jelas berdampingan dengan nama Masjidil Haram, berarti ia memiliki kedudukan mulia di sisi Allah Rabbul ‘alamiin.
[2]. Masjidil Aqsha merupakan bagian dari tanda-tanda Keagungan Allah SWT. Dalilnya ya Surat Al Isra’ ayat 1 tersebut: ““Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada suatu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang diberkahi di sekitarnya, agar Kami memperlihatkan kepadanya (Nabi Muhammad) sebagian dari tanda-tanda Kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. ” (Surat Al Isra’: 1). Masjidil Aqsha selain merupakan tanda Kekuasaan Allah, ia juga merupakan tempat yang diberkahi sebagaimana disebut dalam ayat di atas.
[3]. Dalam Surat Al Isra’ ayat 1 itu terdapat kalimat yang berbunyi “li nuriyahu min ayaatina” (agar Kami perlihatkan kepadanya –Nabi Muhammad SAW- sebagian dari tanda-tanda Kekuasaan Kami). Kalimat ini merupakan ISYARAT bahwa Allah SWT akan memberikan Masjidil Aqsha dan wilayah di sekitarnya kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin sebagai umat beliau. Mengapa ayat ini dikatakan sebagai isyarat? Karena tersambung dengan kalimat sebelumnya “alladzi barakna haulahu” (yang Kami berkahi di sekitarnya).
Apa artinya suatu tempat yang diberkahi, kalau ia tidak pernah dimiliki oleh kaum Muslimin? Jika Masjidil Aqsha dan sekitarnya dikuasai kaum Yahudi atau Nasrani, atau terlepas dari tangan kaum Muslimin, maka keberkahan itu menjadi tidak bermakna.
Maka tidaklah berlebihan jika Khalifah Umar RA berjihad membebaskan Masjidil Aqsha dari tangan kaum Romawi. Hal itu dimaknai sebagai melaksanakan janji Allah kepada Nabi-Nya SAW.
[4]. Masjidil Aqsha adalah Kiblat pertama kaum Muslimin. Dulunya kaum Muslimin shalat menghadap ke arah Masjidil Aqsha, lalu kemudian Allah ubah arah Kiblat ke Masjidil Haram. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 142-145. Hingga di Madinah terdapat sebuah masjid, di mana pernah kaum Muslimin shalat berjamaah di dalamnya dipimpin oleh Rasulullah SAW; pada dua rakaat pertama mereka menghadap ke Masjidil Aqsha, sedang dua rakaat kedua menghadap ke Masjidil Haram. Masjid itu lalu dikenal sebagai Masjid Qiblatain (Masjid Dua Kiblat).
Jika suatu masjid pernah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai Kiblat shalat kaum Muslimin, berarti ia memiliki kedudukan besar dalam Islam. Dan kaum Muslimin sepanjang sejarahnya tidak pernah memiliki Kiblat, kecuali ke dua tempat itu saja; Masjidil Aqsha dan Masjidil Haram.
Mungkin orang akan bertanya: “Apa pentingnya membela tempat yang pernah menjadi Kiblat itu? Toh, sekarang ia tak lagi menjadi Kiblat Umat Islam?” Kami jawab: “Sebegitu kecilnya penghormatanmu kepada suatu tempat yang pernah menjadi Kiblat Rasulullah SAW dan para Shahabat RA ketika mereka melaksanakan shalat. Apakah sudah tidak tersisa lagi dalam hatimu rasa kecintaan kepada suatu tempat yang pernah dicintai Rasulullah SAW dan para Sahabat-nya, karena ia merupakan Kiblat pertama mereka dalam shalat?”
[5]. Masjidil Aqsha adalah salah satu situs bersejarah yang diutamakan oleh Syariat Islam, karena ia merupakan tempat istimewa bagi Rasulullah SAW saat melaksanakan Isra’ Mi’raj. Tanpa keberadaan Masjidil Aqsha, tidak akan pernah terjadi Isra’ Mi’raj sebagaimana yang kita kenal. Posisi Masjidil Aqsha di sini sebagai tujuan Isra dan sebagai titik titik tolak Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha; sedangkan Mi’raj terjadi dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha.
Kalau tempat berpijaknya Ibrahim AS saat membangun Ka’bah ditetapkan sebagai Maqam Ibrahim, di mana kaum Muslimin disunnahkan shalat di sana; bagaimana dengan Masjidil Aqsha yang terkait peristiwa Isra’ Mi’raj? Bukankah peristiwa itu merupakan hiburan bagi Rasulullah SAW atas kesedihan hatinya; juga dari sana kaum Muslimin mendapat kewajiban Shalat Lima Waktu; bahkan dari sana Rasulullah semakin mendapatkan ketetapan hati dalam memperjuangkan Islam (setelah berdialog langsung dengan Allah SWT di Sidratul Muntaha).
[6]. Dalam riwayat disebutkan secara jelas keutamaan Masjidil Aqsha. Rasulullah SAW bersabda: “Laa tusyaddu ar rijaal illa ila tsalatsati masajid: Masjidiy hadza, wa Masjidil Haram, wa Masjidil Aqsha” (hendaklah kalian tidak memaksakan diri pergi ziarah ke masjid, kecuali ke tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha). HR. Al Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA. Hal ini merupakan ibadah yang jelas dalam Syariat; serta mencerminkan keutamaan Masjidil Aqsha di sisi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Maka siapapun yang memuliakan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pasti akan memuliakan Masjidil Aqsha; begitu pula siapa yang mencintai Masjidil Aqsha, pasti mencintai pula Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Mungkin sebagian orang akan berkata: “Dalam urusan ibadah tidak bisa pakai logika. Harus jelas dalilnya!” Kami jawab: “Bukankah riwayat itu sangat tegas dan jelas. Apalagi yang masih tersembunyi? Di sana Rasulullah SAW menjajarkan Masjidil Aqsha dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; bahkan beliau meletakkan ketiga Masjid Suci lebih utama dan lebih layak didahulukan dari masjid manapun di muka bumi.” Bahkan dalam riwayat juga disebutkan keutamaan shalat di Masjidil Aqsha.
[7]. Harus dipahami bahwa Masjidil Aqsha (atau Baitul Maqdis) adalah silsilah ajaran Tauhid dari era Nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW. Khususnya Nabi-nabi terkait Bani Israil seperti Nabi Isa, Yahya, Zakariya, Maryam, Keluarga Imran, Dawud, Sulaiman, Harun, Musa; dan Nabi-nabi Tauhid lain dari kalangan Bani Israil. Rasulullah SAW pernah mengklaim Hari Asyura saat kaum Yahudi memperingati kejadian selamatnya Musa dan Bani Israil dari kezhaliman Fir’aun. Lalu Nabi SAW menegaskan, bahwa beliau lebih berhak mengklaim Nabi Musa daripada kaum Yahudi; karena Umat Islam mewarisi risalah Tauhid dari Nabi-nabi sebelumnya.
Jika hari Asyura saja Nabi SAW telah mengklaimnya, lalu bagaimana dengan Masjidil Aqsha yang ditinggalkan Nabi-nabi Bani Israil itu? Maka kaum Muslimin harus memperhebat pembelaan kepada Masjidil Aqsha, sebagai penegasan bahwa kita -Umat Islam- lebih berhak atas peninggalan Nabi-nabi Tauhid dari kalangan Bani Israil di masa lalu. Bahkan kaum Yahudi dan Nasrani sudah sangat tahu bahwa Rasulullah SAW adalah pelanjut risalah Nabi-nabi mereka (Al Baqarah: 146-147).
[8]. Pembebasan Masjidil Aqsha dari kaum non Muslim yang menguasainya merupakan perbuatan Salafus Shalih. Siapakah Salaf yang telah memulai urusan ini? Ia adalah Khalifah Umar RA dan para Sahabat yang berangkat membebaskan Masjidil Aqsha di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Al Jarrah RA. Bukan hanya Khalifah Umar yang memerintahkan urusan ini, tapi para Sahabat di masa itu sepakat berjihad untuk membebaskannya. Ini adalah amalan Salafus Shalih yang sangat jelas.
Kalau masih ada yang ingkar dan terus mencari-cari alasan, berarti mereka bukan pengikut jejak Salafus Shalih. Atas pembebasan Khalifah Umar ini kemudian masyarakat Yerusalem dan Palestina berduyun-duyun masuk ke dalam Islam, padahal semula beragama Nasrani.
Di kemudian hari Yerusalem dan Masjidil Aqsha berhasil dikuasai kaum Nasrani Eropa setelah mereka mengobarkan Perang Salib. Lalu mereka mendirikan Kerajaan Nasrani di Yerusalem. Saat itu penguasa Dinasti Mamluk, Dinasti Zanki, dan Dinasti Ayyubiyah terus melancarkan perlawanan menghadang kaum Salibis; sampai Yerusalem dan Masjidil Aqsha berhasil dibebaskan di era Sultan Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah.
Perbuatan Salafus Shalih ada, perbuatan raja-raja Muslim dan rakyatnya juga ada. Jika demikian, apalagi yang masih meragukan hati kita? Hendak kemana kita berlari mencari-cari alasan untuk membiarkan Masjidil Aqsha teraniaya?
[9]. Palestina, Yerusalem, dan Masjidil adalah tanah wakaf milik kaum Muslimin. Dari mana hal ini dipahami? Karena mayoritas penduduknya adalah Muslim; karena raja-raja Muslim dan rakyatnya telah berjuang mati-matian mengalahkan kaum Salibis dan membebaskan Masjidil Aqsha dari cengkeraman tangan mereka; juga karena wilayah itu sebelum dikuasai oleh Zionis Yahudi, ia berada di bawah otoritas Khilafah Turki Ustmani.
Buktinya apa? Sebelum Zionis Yahudi menguasainya, pemimpin mereka, Theodore Hertzel dan tokoh-tokoh pionir Zionisme berusaha membeli tanah itu kepada Sultan Abdul Hamid II dari Turki Utsmani. Namun Sultan Abdul Hamid menolak tegas, dengan alasan bahwa wilayah Palestina adalah TANAH WAKAF KAUM MUSLIMIN. Maka kita hari ini tidak boleh memberikan tanah wakaf ini ke tangan Zionis, sebab hal itu sama dengan melecehkan perjuangan kaum Muslimin yang telah merebut wilayah Palestina (termasuk Masjidil Aqsha) dalam Perang Salib selama ratusan tahun, dengan pengorbanan ratusan ribu jiwa Umat Islam.
[10]. Dalam riwayat-riwayat disebutkan, bahwa di akhir zaman kaum Muslimin akan menjadikan komplek Masjidil Aqsha sebagai pertahanan dalam menghadapi dajjal dan bala tentaranya. Imam Mahdi, Umat Islam, dan Nabi Isa As akan berlindung dan berperang dari titik-tolak Masjidil Aqsha. Jika demikian, sebelum hal itu terjadi, kita harus merebut kembali wilayah Al Aqsha dan membebaskannya dari semua kaum agresor penumpah darah. Kita harus memberikan rasa aman kepada Masjidil Aqsha dan masyarakat sekitarnya, seperti Panglima Abu Ubaidah bin Al Jarrah RA telah memberikannya, atas izin dan rahmat Allah.
Sebagai tambahan. Ide membebaskan Masjidil Aqsha bukanlah agenda Ikhwanul Muslimin, Hamas, atau Izzuddin Al Qasam. Ia agenda kaum Muslimin secara umum, sejak zaman Salaf sampai Khalaf. Rasulullah SAW tatkala menyandingkan nama Masjidil Aqsha, Masjidil Haram, dan Masjid Nabawi, beliau tidak tercatat sebagai anggota Ikhwanul Muslimin. Begitu juga Khalifah Umar, Abu Ubaidah, dan para Shahabat RA tatkala membebaskan Masjidil Aqsha, mereka tidak tercatat sebagai anggota Hamas. Termasuk Sultan Shalahuddin Al Ayyubi dan raja-raja Muslim lainnya, serta rakyat mereka, tatkala berjuang menghadang kaum Salibis, mereka bukan anggota Brigade Izzuddin Al Qasam.
Ini bukan proyek Ikhwanul Muslimin, tapi amanat kaum Muslimin sedunia. Hal itu pernah ditegaskan oleh Bapak Muhammad Natsir rahimahullah di hadapan tokoh-tokoh Islam dan ulama sedunia, dalam konferensi yang diadakan Rabithah Alam Islami. Atas pernyataan itu beliau disegani di Dunia Islam, dan secara khusus dimuliakan oleh Raja Faishal rahimahullah dari Saudi.
Dengan demikian, maka membela Masjidil Aqsha merupakan kewajiban kaum Muslimin di seluruh dunia, sesuai kemampuan dan kesempatan yang ada. Kewajiban ini sangat jelas dan kokoh; berdasarlkan dalil Al Qur’an, Sunnah Rasul, perbuatan Salafus Shalih, perbuatan raja-raja Muslim dan rakyatnya, perbuatan Khalifah Umat di zaman kontemporer (Sultan Abdul Hamid II), dan selaras dengan tuntunan Syariat untuk menjaga hak-hak kaum Muslimin. Bahkan ia merupakan perbuatan yang akan dilakukan oleh Imam Mahdi, Nabi Isa, dan kaum Muslimin di masa nanti.
Jika masih saja ada yang beralasan, mencari-cari syubhat untuk meremehkan Masjidil Aqsha, melemahkan semangat Umat dalam membela hak-haknya; serta selalu mencari alasan untuk memperkuat posisi dan kedudukan kaum Zionis Yahudi; maka cukuplah kami membaca doa sebagai berikut: Na’udzbillah minas syaithanir rajiim.
Demikian risalah sederhana ini, semoga Allah Ta’ala memberikan manfaat dan barakah. Amin. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. []