ALKISAH seorang bocah tengah duduk bersila di depan pintu masuk sebuah supermarket. Ia nampaknya tak mampu untuk melihat–buta–hanya duduk terpaku semata. Mengharap iba dan belas kasihan manusia. Disampingnya ia hanya ditemani kaleng kosong dan sebuah papan bertuliskan suatu kalimat.
Lama ia duduk di sana, menunggu kedermawanan dari setiap manusia yang lalu lalang melewatinya. Namun kaleng miliknya tak juga terisi penuh, meskipun ia memegang papan bertuliskan, “Aku buta, kasihanilah aku.”
Kemudian lewatlah seorang pria di depan sang bocah, ia merogoh saku celananya. Mengambil beberapa keping recehan, dan memasukannya ke dalam botol kosong milik sang bocah.
Sejenak, Pria itu mengamati papan yang sedari tadi terus menerus dipegang si bocah. Pria itu berpikir sesaat, lalu meminta sang bocah untuk meminjamkan papan miliknya. Ia menuliskan sesuatu dan berlalu begitu saja.
Kurang dari satu jam semenjak pria itu meninggalkan sang bocah, kaleng kosong yang sedari tadi melompong—kini mulai penuh terisi. Bocah itu tercekat, gembira dengan rezeki deras mengalir menghampirinya.
Beberapa waktu berselang, pria itu kembali menemui si bocah sambil menyapanya. Si bocah begitu bergembira dan berterima kasih pada pria itu, lalu menanyakan apa yang telah ditulisnya di papan miliknya.
“Hari yang sangat indah, namun aku tak dapat melihatnya. Aku hanya ingin mengungkapkan betapa beruntungnya orang-orang yang masih mampu melihat dunia ini,” itu yang aku tuliskan jawab pria itu.
Ia kemudian melanjutkan, “Aku tak mau para pengunjung memberikan uangnya karena iba padamu. Lebih dari itu, aku ingin mereka berbagi karena berterima kasih telah diingatkan untuk selalu bersyukur,” pungkas pria itu. []
Disadur dari zakybajrie.wordpress.com.