SAUDARAKU,
Hawa nafsu yang ada dalam diri kita terkadang tidak bisa dikendalikan sehingga karenanya kemaksiatan dan perbuatan dosa kita lakukan.
Saudaraku,
Dosa akan didapatkan oleh mereka yang melakukan kemaksiatan. Dan ketika dosa-dosa itu melebihi pahala yang dimiliki, niscaya neraka akan menjadi tempat abadinya, na’udzubillah.
Saudaraku,
Apabila maksiat itu tak pernah engkau lakukan, maka beruntunglah engkau. Dan jagalah dirimu agar selalu terhindar darinya. Apabila terlanjur engkau berbuat maksiat. Maka bertobatlah dan jangan engkau mendekatinya lagi dan jagalah nafsumu, karena sesungguhnya Allah SWT Mahamenerima tobat mereka yang bersungguh-sungguh.
“Siapa tobat sebelum maut, mencegat setengah hari kira-kira, maka Allah SWT maafkan ia. Siapa tobat sebelum tercabut nyawa dari tenggorokannya, maka Allah SWT terima taubatnya.”
Saudaraku,
Dalam melakukan tobat, Allah SWT telah menetapkan batas waktunya. Mula-mula batas waktu yang ditetapkan adalah setengah hari atau kira-kira enam jam sebelum seseorang itu sekarat. Orang yang bertobat setengah hari sebelum ia mati tobatnya akan diterima. Artinya, dosa-dosanya selama hidup akan dihapus. Kalau sampai batas waktunya ia meninggal dalam kondisi tetap seperti itu maka ia meninggal dalam kondisi khusnul khatimah. Surga akan menjadi tempatnya kelak di hari akhir. Namun meskipun enam jam buat hidup seorang manusia termasuk singkat adakalanya waktu yang sesingkat itu masih saja dimanfaatkan untuk maksiat sehingga ia mati su’ul khatimah. Maka Allah SWT memendekkan kembali batas akhir waktu tobatnya. Yaitu sesaat sebelum meninggal. Mungkin dalam hitungan menit. Bagi mereka yang masih sempat bertobat maka Allah akan ampuni dosa-dosanya.
Saudaraku,
Adakalanya pula yang sudah sesingkat itu masih saja ada orang bermaksiat. Sehingga dosa yang telah dihapus sebelumnya menjadi timbul kembali. Yang sering terjadi adalah masalah warisan. Seseorang menjelang meninggal biasanya terpikir harta warisannya. Ia tidak ingin anak-anaknya ribut sehingga ia perlu membaginya sebelum meninggal. Ia tidak percaya dengan aturan hukum Islam dalam pembagian harta warisan. Ia merasa aturan fara’idh (pembagian warisan) dalam Islam tidak adil karena seorang wanita hanya mendapatkan setengah dari kaum pria. Karena takut terjadi keributan, ia sebelum meninggal membagi-bagi hartanya. Rumah ini untuk si anu, mobil ini untuk si anu, deposito ini untuk si anu, harta ini untuk si anu. Dengan keragu-raguan dirinya terhadap hukum Islam bahkan menganggapnya tidak adil, akan menjerumuskan dirinya dalam kondisi su’ul khatimah.
Saudaraku,
Maka Allah SWT mempersempit lagi batas waktunya. Siapa tahu seorang manusia sekarat masih berbuat dosa seperti masalah warisan di atas. Allah SWT memberikan tengat waktu sebelum nyawanya berhasil mencapai kerongkongan. Seperti kita ketahui, malaikat maut mencabut nyawa manusia dari mulai bawah kemudian ke atas. Ketika pencabutan nyawa masih di daerah lutut atau pusar, tobat seseorang masih diterima. Namun ketika nyawa sudah di kerongkongan dan nafasnya sudah tersenggal-senggal, di situlah batas akhir tobat sudah habis. Ia hanya bisa menyaksikan malaikat mencabut nyawanya dengan ganas dan rasa pedih yang amat sangat dikarenakan ia belum bertobat.
Saudaraku,
Marilah kita selalu berdoa agar dapat meninggal dalam kondisi sudah bertobat. Kemudian Allah SWT memberikan predikat husnul khatimah kepada kita sehingga saat nyawa terangkat rasanya laksana mengambil rambut dalam adonan kue. Tidak terasa sakit dan hanya sebentar. Juga kita berdoa, agar diberikan waktu cukup untuk bertobat sehingga meski pun kita masih hidup namun matahari belum terbit dari barat, alias datangnya hari kiamat. []
Sumber: Hikmah dari Langit/Ust. Yusuf Mansur & Budi Handrianto/Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007