Oleh: Rizka K. Rahmawati, Divisi Intelektual BEM UIN Sunan Kalijaga
MEMBACA lembaran sejarah penaklukkan kaum muslim mendakwahkan Islam di belahan dunia membuat mata selalu berkaca-kaca. Bagaimana tidak? Sebuah keberhasilan dikarenakan keimanan selalu mengiringi derapnya langkah para panglima perang beserta seluruh mujahid atau pasukan perang.
Melangkahkan kaki karena sebuah kesadaran akan keimanan pada Allah dan RasulNya. Melalui Khalifah, perintah untuk mendakwahkan Islam mereka jalankan. Mengindahkan penaklukkan dengan tingginya ketaatan. Menjagai langkah hingga tak sedikitpun menyalahi syari’at.
Begitulah kiranya saat memperhatikan pasukan Muhammad bin Abi Amir saat membawa kemenangan atas pertempuran menghadapi pasukan dari Kerajaan Leon.
Mereka para pejuang Islam akan selalu tercatat oleh malaikatNya. Perjuangannya kita saksikan dari lembaran para sejarawan mengkisahkannya. Meriwayatkan hingga sampailah pada kita.
“Al Hajib Al Manshur” adalah sebuah gelar yang digunakan oleh Muhammad bin Abi Amir pada tahun 371 H saat keberhasilan menaklukkan pembangkangan Ghalin An Nashiri, kekalahan pasukan Leon, lalu kekalahan pasukan Kristen yang bersekutu hingga keberhasilan sampai ke pintu gerbang Leon.
Sejak saat itulah gelar “Al Hajib Al Manshur” dikenal dan dinisbatkan padanya. Dimasa inilah, kejayaan Andalusia diwarnai kegemilangan yang selalu dikawal oleh para pemimpin-pemimpin yang Agung. Persis, seperti para khalifah sebelum-sebelumnya.
Ada sebuah riwayat yang membanggakan bagi kaum muslim keseluruhan ketika melihat perjalanan kehidupan “Al Manshur” ini. Lembaran-lembaran jihad pada masa kekhilafahan Islam dikisahkan rapih oleh “Ibnu Adzari” dalam kitab “al bayan al Mughrib”. Tentang pengiriman sebuah pasukan besar untuk menyelamatkan tiga wanita muslimah.
Perempuan di dalam Islam laksana mutiara yang selalu dilindungi oleh cangkangnya. Tak mudah mendapatkannya, apalagi kemuliannya selalu dijaga. Begitulah tepatnya disaat Islam memimpin dunia.
Dikisahkan tentang Al Hajib Al Manshur dalam perjalanan perangnya, bahwa ia pernah menggerakkan sebuah pasukan utuh untuk menyelamatkan tiga orang wanita muslimah yang menjadi tawanan di Kerajaan Navarre.
Itu karena antara dirinya dan kerajaan Navarre terikat perjanjian di mana mereka harus membayar jizyah. Salah satu persyaratan dalam perjanjian itu adalah mereka tidak dibenarkan menawan seorang pun dari kaum muslimin atau menahan mereka di kerajaan mereka.
Suatu ketika, seorang utusan Al Hajib Al Manshur pergi ke kerajaan Navarre. Di sana, setelah ia menyampaikan surat kepada raja Navarre, mereka mengajaknya perjalanan keliling. Dalam perjalanan itu, ia menemukan tiga orang wanita muslimah dalam salah satu gereja mereka. Utusan ini merasa keheranan, lalu ia bertanya tentang mengapa mereka berada disitu. Wanita itupun menjawab bahwa mereka adalah tawanan di tempat itu.
Di sini, utusan Al Manshur itupun marah besar. Ia segera kembali menemui Al Hajib Al Manshur dan menyampaikan kasus itu. Maka, Al Manshur pun segera mengirimkan sebuah pasukan besar untuk menyelamatkan para wanita itu.
Ketika pasukan itu tiba di Kejaraan Navarre, raja Navarre sangat terkejut dan mengatakan, “Kami tidak tahu kenapa kalian datang, padahal antara kami dengan kalian ada perjanjian untuk tidak saling menyerang. Lagi pula, kami tetap membayar jizyah,,,”
Maka pasukan kaum muslimin menjawab, “Sungguh kalian telah menyelisihi perjanjian kalian! Kalian telah menahan beberapa tawanan wanita muslimah!” Pihak Navarre menjawab, “Kami sama sekali tidak mengetahui hal tersebut.”
Maka utusan tadi pergi ke gereja dan mengeluarkan ketiga wanita tersebut. Melihat itu, Raja Navarre mengatakan, “Para wanita itu telah ditawan oleh seorang prajurit dan prajurit yang bersangkutan telah diberikan hukuman.”
Lalu Raja Navarre mengirimkan surat kepada Al Hajib Al Manshur menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya, dan menyampaikan bahwa ia akan menghancurkan gereka tersebut. Al Hajib Al Manshur pun kembali ke negerinya dengan membawa ketiga wanita itu.
Subhanallah,, Subhanallah!
Sungguh tiada kemulian yang didapat seorang perempuan kecuali adanya institusi yang menjagainya yakni Islam. Betapa banyak perempuan di masa ini yang tengah dinodai kemuliaannya?
Betapa banyak perempuan muslimah diluar sana tengah terancam kehormatannya?
Bahkan, mereka berkali-kali meminta bantuan, “Dimana umat muslim?”
“Dimana umat muslim?”
Lantas apa yang tengah pemimpin negeri muslim lakukan?
Sungguh mereka tak sedikitpun bergerak. Melakukan pembelaan pun tidak, apalagi mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan.
Ya Allah, kami rindu Khilafah. Rindu Islam menjaga kemuliaan setiap umat yang ternaungi oleh pemimpin yang taat akan perintahMu. []
Sumber: “Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Andalusia”