Oleh: Ratna Nataliani
Author Supermuslimah
“Duh gimana dong, gue udah gak sholeh lagi nih…”
WELL, kalimat ini beberapa kali saya dengar dari teman-teman yang sudah lulus, bahkan saya sendiri pernah sempat mengatakannya. Awalnya karena mengikuti jalan cerita sang penutur alur, kalimat ini terdengar pas-pas saja dengan fakta. Namun ketika saya sedikit memikirkan kalimat ini lebih dalam, berusaha memandirikan kalimat tersebut dan membreakdown sekenanya, saya pikir kalimat ini agak… Mm entahlah, mungkin kamu bisa bantu saya mendefinisikannya.
Dulu, ketika di kampus, kehidupan seperti lapangan yang dipenuhi ranjau amanah. Geser kiri dikit, amanah. Guling-guling kanan banyak, amanah. Koprol ke depan, eh amanah juga.
Dulu, ketika di kampus, mau rapat? Masjid. Syuro? Masjid. Janjian makan? Sekitar Masjid. Mau bayar utang? Depan tempat sepatu Masjid juga.
Dulu, ketika di kampus, jam enam pagi ngapain ke kampus? Syuro. Sebelum makan siang mau kemana? Ngementor. Weekend sibuk apa? Liqo dan tatsqif. Libur panjang ada apa? Dauroh.
Kini?
Gue sibuk, weekday kerja, weekend capek. Akhirnya, tilawah menipis.
Gue ada survei keluar kota, pulangnya pasti capek beut. Akhirnya, jarang Qiyamullail.
Gue besok meeting sama klien di Ibu kota, berangkat mesti pagi-pagi banget. Akhirnya, dhuha pun lost.
…dan-se-ba-gai-nya.
Imam Hasan Al Banna mengatakan, “Adapun tingkatan amal yang dituntut dari seorang al akh yang tulus adalah perbaikan diri sendiri, sehingga ia menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya, dan bermanfaat bagi orang lain. Itu semua harus dimiliki oleh masing-masing al akh.”
…
Ya kawan, beberapa dari kita mulai merasa bahwa the life has changed significantly. Hal yang biasa kita lakukan di kampus, hampir gak dilakukan lagi.
Lupa atau ingat, sadar ataupun tidak, nahnu du’aat qobla kulli syai’in. Bagi Allaah, kita tetaplah agen-agen-Nya yang siap menyebarkan kebenaran dan kebaikan. No matter how you doin’ now. Kuliah, riset, kerja, freelance, NGO, LSM, dan lainnya, kita masih da’i dan akan tetap selalu menjadi seorang da’i hingga pertanggungjawaban kita sebagai da’i di hadapan-Nya lunas nas nas nas!
Memang bukan berarti harus da’wah di kampus, atau harus syuro di Salman untuk menganggap diri ini masih sholeh. Saya pikir, standar sholeh di lingkungan aktivitas baru sangat mungkin berbeda, levelnya beda, tantangannya beda. Dan di lingkungan baru itu, kita tetaplah da’i, hey!
Harus kita sadari, da’wah ini akan tetap melaju, bahkan semakin kencang menuju kepada kejayaan Islam, dengan atau tanpa kita. Ya, dengan atau TANPA KITA, semakin hari Islam semakin dekat dengan kejayaan yang telah Allaah janjikan. Justru, kitalah yang membutuhkan da’wah.
Jadi logikanya, kita boleh berpikir kalau diri kita “udah gak sholeh lagi”, tapi “udah bukan da’i lagi” itu gak akan pernah terjadi. Dan seorang da’i merupakan teladan bagi (da’i) yang lain. Dapatkah seorang yang tidak baik (tidak sholeh) dijadikan teladan? Maka, yuk bareng-bareng berusaha untuk tetap sholeh bahkan lebih sholeh untuk menjadi da’i yang berkualitas. Da’wah memang bukan segalanya, namun segala bisa menjadi tak berguna apabila kita tidak niatkan untuk berda’wah.
Suatu saat nanti, jika kita bertemu kembali sebagai seorang engineer, saintis, entrepreneur, politikus, dosen, dan sebagainya… Sebenarnya saat itu saya sedang bertemu dengan seorang da’i yang berkecimpung sebagai seorang engineer, saintis, entrepreneur, politikus, dosen, dan sebagainya pula. Maka, jagalah status da’i-mu selagi mengejar status-status baru lainnya. Status-status itu tidak saling mengganti, namun saling melengkapi.
Jika komitmen terhadap dakwah benar-benar tulus, maka setiap orang yang kurang teguh komitmennya akan menangis, sementara yang bersungguh-sungguh akan menyesali dirinya karena ingin berbuat lebih banyak dan berharap mendapat balasan serta pahala dari Allah. – Komitmen Da’i Sejati, Muhammad Abduh
Status mahasiswa boleh hilang, tapi status da’i kita bawa mati, kawan! []