IMAM Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang benar-benar mampu menjaga dirinya dari segala hal yang berbau syubhat (meragukan). Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Hanifah pernah memilih seorang mitra dalam perdagangannya bernama Basyar. Suatu ketika, Imam Abu Hanifah pernah meminta Basyar menjalankan akitivitas dagang kain khuzz.
Sambil berpesan kepada Basyar, bahwa di sejumlah pakaian (kain), ada salah satu kain khuzz ada yang cacat (jelek) disertai petunjuk yang jelas, ia diminta untuk menjelaskan (memberitahu) kepada pembeli kain.
Setelah berselangnya waktu, Basyar kembali ke Kufah dengan hasil bisnis karena yang berhasil menjual hasil dagangannya. Sebagaiamana pesan Imam Hanafi di awal, ia pun memastikan kepada Basyar.
“Apakah kamu telah menerangkan kecacatan yang ada pada barang yang saya pesankan kepadamu kemarin?” tanya Abu Hanifah.
Basyar menjawab, “Maaf, saya telah lalai!”
Akibat perbuatan mitra dagangnya ini, Imam Abu Hanifah langsung menyedekahkan semua hal yang tercampur, baik modal maupun pengembanganya seluruhnya.
Lalu keuntungan bagi untuk Abu Hanifah berupa seribu dirham harta dari perdagangan, telah bercampur dengan syubhat. Ia berkata, “Harta itu telah bercamur dengan syubhat, dan aku tidak membutuhkanya,” (Irsyadul Ibad, 80).
Sikap Imam Hanafi adalah teladan. Syubhat dari kelalaian saja, Imam Hanafi meninggalkan hasilnya, apalagi disengaja. Maraknya jual-beli bodong belakangan ini sungguh sangat membuat miris hati nurani. Nabi tegas mengancam orang-orang seperti itu dengan “cap keluar dari barisan Nabi”.
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa angkat senjata melawanku maka bukan bagian dari kami. Barangsiapa menculasi kami, maka bukan bagian dari kami.” (HR.Muslim). []
Sumber: nu.or.id