Ar-rahmaan. ‘Allamal qur-aan, khalaqal insaan. ‘Allamahul bayaan, asy-syamsu wal qamaru bihusbaan. Wan najmu wasy-syajaru yasjudaan. Wassamaa-a rafa’ahaa wa wadha’al miizaan.”
Terdengar lantunan suara orang membaca ayat-ayat awal Surat Ar-Rahman terdengar dari dalam klinik di sebuah kompleks apartemen di Karawaci, Tangerang, sore itu.
Lafaz surat ke-55 dalam Al Quran tersebut kemudian memelan, tertutup dengung tembakan mesin laser. Senandung surat yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Yang Maha Pemurah’ itu kembali terdengar kencang kala suara laser berhenti.
Fuad Ahmadi, 21, melisankan surat yang memiliki 78 ayat itu sampai selesai. Bersamaan dengan sinar laser yang ditembakkan berkali-kali ke beberapa bagian tubuhnya, Fuad pun mengulang kembali Ar-Rahman dari awal.
Beberapa kali wajahnya meringis. Terlihat menahan sakit, meski tak menangis. Di hadapannya, seseorang menggenggam telapak tangan Fuad sambil memegang sebuah alat yang memancarkan sinar.
Sinar berwarna kuning itu terlihat mengikuti coretan-coretan yang tertoreh di lengan Fuad. Tampak jelas, pekat warna hitam ataupun merah yang menempel di kulitnya perlahan-lahan menipis setelah dilintasi sinar tersebut. Belum hilang, hanya memudar.
Laki-laki yang tinggal di kawasan Semper, Jakarta Utara, itu bercerita bahwa tato bergambar biomekanika di tangannya tersebut merupakan hasil karya rajah temannya. Terhitung, ada enam tato yang menempel di tubuh Fuad.
Selain di bagian lengan, Fuad juga punya rajahan tato di ruas-ruas jari tangannya, perut, kaki kanan, paha sebelah kiri, dan juga bagian nadi tangan kanannya.
Meski terbilang banyak, namun tato di tubuh Fuad terbilang jauh dari kata artistik. Keenam tato tersebut terlihat coreng-moreng, hasil dirajah oleh seorang amatir. Laki-laki bertubuh kecil ini mengaku, tato-tato itu dibuat oleh teman-temannya, bukan dari tangan seniman tato.
“Saya bikin ini gratis karena sama teman. Ya, jadi kanvas mereka. Teman-teman saya itu anak Punk, kami membuatnya bareng-bareng di jalan,” kata Fuad.
Beberapa tahun lalu, Fuad bercerita, dirinya sempat menjadi seorang buron. Itu terjadi setelah dia dan seorang temannya melakukan kekerasan kepada sepasang muda-mudi yang sedang berkencan di kawasan Tanjung Priok. Rencana penjambretan yang ditargetkan kelompoknya berakhir dengan kekerasan.
Sejak saat itu, Fuad berkeinginan untuk mengubah jalan hidupnya. Sebagai muslim, dia berusaha untuk bertobat. Kewajibannya untuk beribadah salat lima waktu ia coba lakukan kembali.
Tapi, Fuad merasa tidak mudah kembali ke tengah masyarakat ketika tubuhnya terlihat penuh coretan di mana-mana, meski ingin memperbaiki diri. Dia paham benar, pandangan seseorang terasa sangat berbeda ketika melihat sekelebat rajahan dari balik kaus lengan panjangnya.
“Pernah suatu saat saya salat subuh ke masjid. Saya sudah pakai kaus lengan panjang. Tato di tangan saya ini sudah saya tutup-tutupin. Cuma memang yang di jari sulit untuk ditutup. Waktu itu ada orang yang mau salat di samping saya. Tapi dia langsung menjauh dan pindah tempat ketika melihat tato di tangan saya,” ujar Fuad.
Mengalami kejadian tak menyenangkan itu, Fuad mengaku beberapa kali mencoba bereksperimen untuk menghapus tato sendirian. Campuran serbuk Permanganas Kalikus (PK) dengan sabun krim, kemudian adukan minyak zaitun dan kapur sirih menjadi beberapa cara yang dicobanya. Terakhir, dia nekat menggunakan cairan pembersih keramik demi menghilangkan tato-tato itu.
“Saya coba segala cara untuk menghapus tato-tato ini. Tapi kulit saya malah berubah warna dan pernah terasa seperti terbakar,” kata dia.
Keinginan besar untuk kembali sebagai laki-laki muslim seutuhnya itu, diakui Fuad, membuat dia rela melakukan apa saja untuk menghapuskan tato. Dia sadar, bahwa menghapus tato bakal terasa lebih sakit dibanding kala membuatnya.
“Saya ingin bersih sebelum saya meninggal nanti. Jadinya, enggak masalah kalau harus sakit ketika dihapus. Yang penting saya bersih,” yakin Fuad.
Hingga dua bulan ke depan Fuad memastikan bakal bolak-balik datang ke klinik kecil di kawasan Karawaci itu. Demi menjadi bersih kembali dia menyatakan mau mengikuti peraturan yang dibuat dalam program penghapusan tato, yang digagas oleh Komunitas Gerak Bareng.
“Kakak saya yang tahu ada program ini. Dia mendaftarkan saya dan menyuruh saya datang ke sini. Saya dikasih jadwal untuk datang ke sini tiap dua minggu sekali selama empat kali perawatan,” pungkasnya.[]
Sumber: Anadolu agency id