MEDIS wilayah Barat selalu mencari cara dalam memenuhi kebutuhan syahwatnya. Dalih A, B, C, atau D, mereka membolehkan melakukan jima lewat belakang. Namun dalam Islam, dengan alasan apapun tetap tidak diperbolehkan menggauli isteri pada duburnya. Itu tetap haram hukumnya sekalipun pihak isteri rela untuk melakukannya. Bahkan dengan demikian keduanya sama-sama berdosa.
Adapun dalil Al-Qur’an mengenai pengharaman perbuatan ini adalah firman Allah Ta’ala : “Maka campurilah mereka (Isteri-isterimu) itu di tempat yang diperintahkan Allah Kepadamu,” (Al-Baqarah 2:222).
Sedang dari Hadits, adalah riwayat dari Rasulullah Saw, bahwa beliau pernah bersabda : “Janganlah kamu mendatangi isteri-isteri(mu) pada dubur mereka,” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tarmidzi, dan para perawinya istiqat).
A’jazz jamak dari ‘Ajz. Adbaar jamak dari Dubur. Maksudnya sama, yaitu jalan tinja.
Dan juga hadits riwayat dari Abu Hurairah Ra. bahwa Rasululullah Saw. bersabda : “Terkuktuklah orang yang mendatangi isteri dari duburnya,” (H.R. Ahmad dan Ashhaab As-Sunan).
Larangan itu sudah berarti dilanggar, bila seseorang memasukkan kepala zakarnya ke dalam lingkaran dubur. Adapun sekedar bersentuhnya zakar dengan lingkaran tersebut tanpa memasukkannya, tidaklah terlarang. Namun demikian, barang siapa yang main-main dekat “kebun”, sangat dikhawatirkan ia terjerumus ke dalamnya.
Akan tetapi, tak apa bila seorang lelaki mendatangi isterinya` dari arah dubur, asal persetubuhan itu dilakukan tetap pada farjinya. Karena Allah Swt pun menfirmankan : “Isteri-isterimu adalah seperti lahan tempat kamu bercocok tanam. Maka datangilah lahan tempatmu bercocok tanam itu dengan cara apapun yang kamu kehendaki,” (Q.S. Al-Baqarah 2:222).
Maksudnya, boleh dari depan atau dari belakang, selagi persetubuhan dilakukan pada tempat keluarnya keturunan.
Bahkan menurut hadits, bahwa Umar Bin Khattab Ra. pernah memberitahu Rasulullah Saw. bahwa dia telah menyetubuhi isterinya bukan dari arah farjinya, deng`n mengatakan : “Telah saya belokkan arah kendaraanku semalam.”
Maka sabda Rasulullah Saw. Kepada Umar Bin Khattab Ra.
“Boleh anda lakukan dari depan atau dari belakang, tapi hati-hatilah jangan kau lakukan ketika haid maupun pada dubur,” (Lihat Hadits ini pada Musnad Imam Ahmad).
Hal yang tak perlu diragukan ialah, bahwa persetubuhan yang dilakukan pada dubur wanita tak kalah bahayanya dengan menyetubuhinya ketika dalam keadaan haid atau nifas. Maka hendaklah kaum lelaki berhati-hati, jangan sampai terjerumus ke arah itu hingga larangan Allah Rabbul ‘Alamin diterjangnya jua. dan begitu pula kepada kaum wanita agar menghindari hal tersebut, meski dipaksa berkali-kali oleh suaminya. Siapapun, baik laki-laki maupun perempuan yang menyukai perbuatan mesum seperti ini, berarti telah terlepas dari perikemanusiaan yang luhur dan terpelanting dari prinsip-prinsip Islam, dan berubahlah jiwanya menjadi binatang. []