ADA banyak amalan yang dapat dilakukan di bulan Dzulhijjah. Salah satu amalan yang dianjurkan di bulan Dzulhijjah adalah melaksanakan puasa, terutama tanggal 9 Dzulhijjah (puasa Arafah). Abu Qatadah radliallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“…Puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa, pen.) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya.,” (HR. Ahmad dan Muslim).
Selain itu, dari Ummul Mukminin, Hafshah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan Al-Albani).
Di antara waktu-waktu yang agung adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Di mana Allah Ta’ala mengutamakannya di antara hari-hari yang lain. Dari Ibnu Abbas radhiallahu”anhuma dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidak ada amalan shalih yang lebih dicintai Allah daripada amalan yang dilakukan di sepuluh hari ini (hari-hari pertama bulan Dzulhijjah). Maka para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang keluar dengan membawa jiwa dan hartanya namun tidak ada satupun yang kembali,” (HR. Bukhari 2/457).
Juga dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidak ada satupun amalan yang lebih bagus dan lebih besar pahalanya disisi Allah ‘azza Wa Jalla daripada amalan kebaikan yang dikerjakan di sepuluh hari bulan berkurban (Dzulhijjah).” Beliau ditanya, “Tidak juga jihad fi sabilillah?” beliau menjawab, “Tidak juga jihad fi sabilillah kecuali seseorang yang keluar dengan membawa jiwa dan hartanya dan tidak ada satupun yang kembali darinya,” (Diriwayatkan Ad-Darimy 1/357 dengan sanad hasan sebagaimana tercantum dalam Irwa’ 3/398).
Di antara alasan kenapa dianjurkan berpuasa karena amalan tersebut ada kekhususan di mana Allah melipatgandakan pahalanya. Amalan tersebut hanya untuk Allah dan Dia yang akan membalasnya. Keutamaan tersebut disebutkan dalam hadits berikut,
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku..,” (HR. Muslim no. 1151).
Dalam riwayat lain dikatakan,
“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”,” (HR. Bukhari no. 1904).
Wallahu a’lam. []