AL-QUR’AN diturunkan tidak secara sekaligus. Melainkan turun secara berangsur-angsur kepada nabi Muhammad SAW. Karenanya, dulu ayat Al-Qur’an belum tersusun rapi seperti saat ini.
Jika Anda buka mushaf Al-Qur’an, maka ayat di halaman pertama adalah ayat di surat Al-Fatihah. Padahal, ayat yang pertama kali turun adalah surat Al-Alaq 1-5. Lalu ayat apa yang terakhir turun?
Ibnu Taimiyah mensinyalir, di antara sebab perbedaan ulama adalah tidak semua informasi mengenai sumber-sumber hukum mereka dapatkan. Para ulama itu berijtihad sesuai dengan informasi yang mereka terima.
Hal yang sama juga terjadi dalam penentuan akhir ayat yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Semua informasi yang kita terima berkaitan dengan masalah ini tidak ada yang bersumber langsung dari Nabi sendiri. Informasi itu diberikan oleh para sahabat atau para tabiin sesuai dengan pengetahuan mereka.
Selain sebab di atas, ada sebab lain yang juga cukup penting dalam masalah ini, yaitu informasi yang kita terima acap kali bernuasna mutlak, tidak dalam persepektif tertentu. Misalnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbأ¢s, ia mengatakan: Telah turun ayat berikut ini: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, Kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (QS. 4:93), dan ia adalah ayat yang turun terakhir kali, dan tidak ada yang menasakhnya.
Dan masih banyak riwayat-riwayat senada, yang memberi kesan turunnya suatu ayat pada kali terakhir.
Oleh karena itu, ada dugaan kuat bahwa para pencetus ide-ide tersebut tidak bermaksud menyebutnya sebagai ayat yang paling ujung dari rentetan ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, akan tetapi hanya sekedar menyebutnya sebagai ayat terakhir dalam permasalah terkait, atau terakhir dalam persepektif tertentu lainnya.
Sebagian ulama bersifat skeptis dalam menentukan ayat mana yang terakhir diwahyukan. Mereka beranggapan, bahwa informasi tentang ini sangat beragam dan saling bertentangan satu sama lain. Selain itu, penetapan masalah ini tidak mempunyai implikasi keagamaan yang berarti. Dilihat dari ini, betapa para ulama sendiri banyak yang merasa kesulitan dalam menyaring kesimpang-siuran informasi itu.
Al-Maiidah 5:3 dan QS al-Baqarah 2:281
QS. al-Maidah 5:3 turun di Arafah pada saat Rasul melaksanakn haji wada pada tahun sepuluh, sementara beliau wafat pada awal-awal tahun sebelas [11 H.]. Ibnu Jarar ath-Thabary menginformasikan, bahwa Rasulullah wafat setelah delapan puluh satu hari dari hari Arafah [waktu di mana QS 5:3 turun].
Oleh karena tenggang waktu yang lama ini, informasi bahwa ayat tersebut adalah ayat terakhir tidak pernah disebut dalam catatan-catatan penting al-Quran. Informasi ini menjadi sangat populer di kalangan umat Islam hanya karena kandungannya yang menjelaskan telah sempurnannya Islam, yang kemudian dimaknai secara salah, bahwa sejak itu, Nabi tidak pernah lagi mendapatkan wahyu al-Quran.
Informasi kedua, yakni QS. al-Baqarah 2:281, yang diriwayatkan oleh an-Nasai, Ibnu Jarar, Ibnu Muradawayh dan Ibnu Aby Hatim, jauh lebih mendekati kebenaran. Namun begitu, terdapat informasi lain yang lebih kuat, yaitu informasi Imam Bukhari dari Ibnu ‘Abbas –juga diinformasikan oleh al-Baihaqi, Ahmad, Ibnu Majjah dan Ibnu Murdawayh dari ‘Umar, bahwa ayat terakhir adalah ayat riba [al-Baqarah 2:278-280]. Informasi lain yang tak kalah kuatnya adalah informasi Bukhari dan Muslim, bahwa ayat terakhir adalah ayat dayn [hutang] QS al-Baqarah 2:282.
Sesuai dengan informasi-informasi terakhir ini, adalah sangat mungkin ketiga informasi di atas benar semua, yang berarti ayat terakhir yang turun kepada Nabi Muhammad saw adalah surat al-Baqarah ayat 278 sampai 282. Keberatan muncul karena tidak ada keharmonisan antara ayat yang di tengah [281] dengan ayat awal [278-280] dan ayat terakhir [281], di mana pembahasan pertama menyinggung transaksi yang mengandung riba sementara yang di tengah mengenai hari akhir, dan kemudian dilanjutkan dengan ayat katiga menyoal hutang piutang.
Akan tetapi ketidakharmonisan ini dapat ditengahi, seperti telah banyak dibahas oleh para sarjana al-Quran, bahwa ayat yang di tengah merupakan penguat terhadap larangan ayat awal [riba, 278-280] dan terhadap perintah ayat terakhir [281]. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, bahwa perintah dan larangan al-Quran tidak hanya selesai pada urusan duniawi, akan tetapi juga ada tuntutannya pada hari pembalasan nanti.
Kesimpulannya, pendapat yang paling kuat adalah yang menyatakan bahwa ayat terakhir adalah QS. al-Baqarah 2:278-282. []