DEWASA ini perkembangan ilmu pengobatan atau kedokteran sangat menakjubkan. Berbagai teknologi kedokteran telah ditemukan, seiring dengan itu bermunculan pula berbagai penyakit baru yang sebelumnya belum dikenal oleh masyarakat.
Meskipun kemajuan teknologi cukup pesat, namun hingga sekarang, penyakit-penyakit yang bermunculan terkadang lebih dominan, sehingga memupus harapan untuk mengobati, mencegah, dan membatasi penyebarannya. Ini semua adalah merupakan ketentuan dan ketetapan dari Allah.
Penyakit dan seluruh hal-hal yang tidak diinginkan, bahkan sesuatu yang disenangi pun merupakan suatu sunatullah yang menyimpan hikmah di belakangnya. Bagi seorang mukmin, semuanya itu adalah ujian.
Cobaan itu terkadang menimpa dalam bentuk dorongan syahwat, kemiskinan, sakit, ketakutan, kekurangan harta dan kekerdilan jiwa; tetapi juga dapat berupa harta yang banyak, keturunan yang baik dan membanggakan, kesehatan, dan sebagainya. Seorang hamba akan diuji dengan sesuatu yang dia senangi maupun yang tidak disenanginya, sebagaimana firman Allah:
“Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS Al-Anbiya [21]: 35)
Ibn Abbas menjelaskan ayat di atas dengan mengatakan bahwa Allah akan menguji manusia dengan kesulitan dan kesejahteraan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan. Ibn Zaid menambahkan, ujian Allah itu berupa apa yang disenangi dan yang tidak disenangi untuk melihat apakah hamba-Nya akan bersyukur dengan segala yang disenangi dan bersabar atas segala yang tidak disenangi.
Salah satu bentuk cobaan itu adalah penyakit. Secara garis besar penyakit terbagi atas penyakit jasmani, penyakit jiwa, dan penyakit rohani. Semua bentuk penyakit tersebut menghendaki adanya kesabaran, harapan dan sandaran kepada Allah melalui do’a dan zikir untuk menghilangkannya. Islam telah memberikan berbagai dorongan dan cara untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Untuk penyakit jasmani, dapat diobati dengan menggunakan ilmu pengobatan dan kedokteran yang sesuai diagnosa penyakitnya.
Disamping itu, Islam juga memberikan perhatian cukup besar terhadap pertumbuhan penyakit kejiwaan. Untuk itu, Islam mengajarkan bagaimana kita hidup secara baik, bekerjasama antar sesama dengan baik, menciptakan hubungan individu dengan anggota keluarga dengan baik, serta hubungannya dengan masyarakat sekitarnya. Demikianlah, Islam mengatur kehidupan manusia dalam segala aspeknya, baik secara sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya dalam satu bingkai ketentraman, damai, dan sejahtera. Dengan suasana demikian, tekanan jiwa yang dapat mengakibatkan stress dan shock dapat diminimalisir.
Namun, untuk penyakit-penyakit rohani seperti kesurupan, terkena sihir, dan korban kebencian orang dengki tidak mungkin dapat diobati dengan pendekatan medis atau psikis, karena termasuk wilayah alam gaib. Untuk itu, Islam ebagai agama yang sempurna memberikan sejumlah petunjuk bagaimana mengobati penyakit semacam itu. Dalam tradisi Islam, pengobatan semacam ini sering diistilahkan dengan ruqyah yang selanjutnya akan diuraikan secara lebih rinci.
Pengertian Ruqyah
Menurut bahasa, ruqyah berasal dari akar kata ﻱ – ﻕ – ﺮ yang mengandung tiga makna dasar: 1) naik; 2) berlindung; dan 3) sebidang tanah. Dari salah satu makna denotatif tersebut “berlindung” kemudian digunakan untuk suatu ritual tolak bala. Demikian menurut Ahmad Ibn Faris dan Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, al-Khalil Ibn Ahmad dalam kitab al-‘Ain, al-Shahib Ibn Ibad dalam al-Muhith al-Lughah, al-Azhari dalam Tahdzib al-Lughah, Ibn Manzhur dalam Lisan al-Arab, dan al-Fauruzabadi dalam al-Qamus al-Muhith.
Menurut istilah, terdapat beberapa pendapat ulama dalam mendefinisikan ruqyah. Menurut Ibn Abi al-Dunya dalam bukunya al-Tawakkal ‘ala Allah, ruqyah adalah permohonan perlindungan dengan bacaan tertentu kepada orang yang menderita sakit, seperti sakit demam, kesurupan, hasad, agar dapat disembuhkan.”
Shalah Ibn Fauzan Abdullah Fauzani dalam bukunya kitab al-Tauhid dan al-Astarabadzi dalam Syarh al-Syafiyah Ibn Hajib, mengatakan bahwa ruqyah adalah permohonan perlindungan yang ditujukan untuk kesembuhan orang sakit, seperti demam, ayan, dan sebagainya. Ulama juga sering menyebutnya dengan ‘azimat.
Dalam pendahuluan kitab al-Tauhid, Shalah Ibn Abd al-Aziz menjelaskan bahwa ruqyah sudah dikenal oleh bangsa arab sejak dahulu, yaitu sebagai doa-doa atau lafaz-lafaz yang dibacakan kemudian ditiupkan. Ruqyah itu ada yang berpengaruh kepada anggota badan, ada yang berpengaruh kepada ruh atau jiwa, ada yang dibolehkan oleh syara’ dan ada juga yang dilarang.
Sejumlah ulama Saudi dalam buku Kitab Ushul al-Iman fi Dhau’ al-Kitab wa al-Sunnah mendefinisikan ruqyah sebagai bacaan atau tiupan sebagai bentuk permohonan (kepada Allah) untuk memberikan kesembuhan dan kesehatan, baik yang bersumber dari Al-Qur’an maupun doa-doa yang diajarkan Nabi Saw.
Dari berbagai definisi di atas dapat diambil intisarinya bahwa ruqyah adalah suatu bentuk pengobatan dengan menggunakan kalimat-kalimat tertentu yang dimaksudkan untuk menyembuhkan suatu penyakit. []
Diasuh oleh Oleh: Yudhistira Adi Maulana, Penggagas rumah sehat Bekam Ruqyah Centre Purwakarta yang berasaskan pengobatan Thibbunnabawi. Alamat: Jl. Veteran No. 106, Kebon Kolot Purwakarta, Jawa Barat, Telf. 0264-205794. Untuk pertanyaan bisa melalui SMS 0817 920 7630 atau PIN BB 26A D4A 15.