10 JANUARI 2009, masih dalam suasana agresi Israel ke Gaza, sekelompok kecil pejuang Brigade Izzudin Al Qassam, sayap militer Hamas, mengendap-endap membawa sebuah roket yang diambil dari penjajah Israel. Roket itu diambil di sebelah selatan Gaza. Rencananya, roket itu akan ditembakan kepada tentara Israel oleh dua orang pejuang Hamas, sementara dua orang lagi akan bersembunyi memperingatkan mereka jikalau ada bahaya.
Tapi, ketika operasi itu akan dilaksanakan, seorang lelaki setengah baya tak jauh dari mereka, tengah berbicara melalui telefon genggamnya. Lelaki itu tengah memberitahu seseorang, entah siapa, bahwa sekelompok pejuang Hamas akan segera meluncurkan roketnya.
Belum hilang rasa heran para pejuang Hamas itu, tiba-tiba, dari arah yang tak terduga muncul sebuah pesawat mesin di udara dan dengan seketika menembak dua orang pejuang Hamas. Mereka terbunuh. Setelah itu, pesawat itu bagai siluman, menghilang kembali di angkasa. Dua orang pejuang Hamas yang lain yang bersembunyi sadar bahwa lelaki setengah baya itu adalah seorang informan Israel yang telah berhasil menyusup ke dalam perjuangan Hamas.
Mereka segera menangkap lelaki itu dan menyerahkannya pada bagian keamanan Hamas. Dalam interogasi, lelaki itu mengaku ia adalah agen Shin Bet, agen keamanan Israel. Dia juga mengaku bahwa ia telah mengamati gerakan Hamas selama ini. Diperkirakan, ia tak sendirian di Gaza.
Spionase Berbagai Cara
Lelaki agen Israel itu, 37 tahun, adalah warga Gaza, dan ia direkrut oleh Shin Bet sekitar 19 tahun yang lalu ketika ia bekerja di Tepi Barat. Karena ia merupakan warga Gaza, maka ia bebas keluar masuk Gaza dan Tepi Barat melalui perbatasan Eretz, di sebelah selatan Gaza. Menurut pengakuannya, setiap kali ia tiba di Eretz, maka tentara Israel akan menyeretnya ke belakang. Di sana, seorang pejabat Shin Bet, telah menyediakan izin perjalanan ke Gaza, namun menegaskan meminta segala informasi tentang Gaza, terutama Hamas.
Orang seperti lelaki inilah yang kemudian yang amat sangat membantu Israel ketika membantai warga Gaza empat tahun silam, ataupun dalam satu pekan belakangan ini. Mereka bahkan yang memandu para tentara Israel di dalam kota Gaza, termasuk menunjukan fasiltas dan gudang senjata Hamas.
Shin Bet memang telah lama menjadi agen mata-mata Israel ke Palestina. Mereka melakukan berbagai macam cara perekrutan. Yang mereka bidik adalah warga Gaza yang melakukan perjalanan ke Tepi Barat, atau luar negeri dengan kepentingan pendidikan atau kesehatan. Shin Bet juga bahkan melakukannya dengan cara yang berhubungan dengan kebutuhan seksual seseorang. Misalnya mengedarkan foto-foto di kamar mandi, tempat tidur dan sebagainya.
Yang banyak mereka rekrut adalah mereka dari kalangan remaja atau warga Gaza yang tak tahan dengan kemiskinan dan keterbatasan mereka. Memang, kolaborator, begitu informan yang berhasil direkrut Shin Bet disebut, akan digaji tinggi oleh Israel.
Kolaborator Dalam Perang Gaza
Tak pelak lagi, para kolaborator memegang peranan penting dalam agresi Israel ke Gaza dua bulan silam. Ini diungkapkan langsung oleh Hertzl Halevy, Panglima Brigade Parasut Tentara Israel. “Jika saja tak ada informasi dari para kolaborator di Gaza, Israel akan kehilangan lebih banyak pasukan!” ujarnya dalam wawancara di TV-Channel Two Israel seperti dikutip oleh IslamOnLine, 14 Februari 2009.
“Dengan informasi dari mereka, kami jadi mengetahui dimana ranjau dipasang, dimana berkumpul banyak orang, atau rumah mana yang harus kami bom, dan kapan Hamas akan menyerang. Informasi dari mereka sangat akurat. Perang ke Gaza merupakan kerja keras sukses dari intelijen!”
“Para kolaborator adalah mata dan telinga Israel. Kami menyumpal mereka dengan sedikit uang, dan kami mendapatkan sekian banyak keuntungan dengan hanya mengganti perawatan kesehatan mereka yang buruk atau memberikan izin perjalanan!” pungkasnya.
Halevy menegaskan, bahwa pada akhirnya para kolaborator Shin Bet itu pun akan dijadikan sasaran pembunuhan juga oleh tentara Israel. []