MYANMAR—Ratusan warga Myanmar dari kelompok nasionalis dikabarkan telah menggelar aksi demonstrasi di dekat Taman Maha Bandula pada Rabu (30/8/2017).
Menurut laporan Mmtimes, mereka mendesak pemerintah Myanmar segera mengumumkan darurat militer di kota Maungdaw di Negara Bagian Rakhine. Setelah lebih dari 100 Muslim di wilayah tersebut meninggal dunia akibat serangan pasukan rezim Myanmar. Namun demonstran dan rezim Myanmar menuduh 100 Muslim ini meninggal akibat serangan oleh kelompok ekstremis ARSA—sebutan rezim Myanmar terhadap minoritas Muslim—pekan lalu.
Biksu ekstremis Budha sekaligus pemimpin gerakan anti-Islam U Wirathu meminta Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) Myanmar berunding. Wirathu ingin NDSC mengadakan sebuah pertemuan dan untuk mengumumkan darurat militer di kota Maungdaw, yang secara tidak langsung berarti ‘pemberangusan’ terhadap minoritas Muslim.
“Sebuah pertemuan keamanan nasional harus dilakukan dan wilayah Maungdaw harus dinyatakan di bawah darurat militer,” kata U Wirathu.
Kelompok nasionalis juga mengkritik laporan akhir komisi Kofi Annan tentang Rakhine yang menyebut sebagai pelanggaran HAM. U Wirathu mengatakan bahwa Penasihat Negara tidak perlu takut dengan tekanan internasional, termasuk PBB untuk ‘mengamankan’ Rakhine.
“Ketakutan tidak hanya berarti ketakutan terhadap senjata api, peluru dan penjara, tapi juga takut pada tekanan organisasi internasional,” katanya.
Beberapa hari yang lalu, kantor informasi Penasihat Negara mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan kepada media untuk memberi label kepada para penyerang Muslim di Rakhine sebagai ‘teroris ekstremis ARSA.’
Para demonstran menyerukan deklarasi darurat militer di Rakhine dan untuk segera memanggil rapat NDSC. []