13 peraih Nobel dan 10 tokoh dunia mengirim surat terbuka ke Dewan Keamanan PBB, mengkritik Aung San Suu Kyi soal krisis Rohingya. Para aktivis itu mengingatkan mengenai tragedi pembasmian etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam surat terbuka yang diunggah di Guardian, Jumat (1/9/2017), para peraih Novel dan aktivis itu menyatakan serangan militer Myanmar telah membunuh ratusan orang termasuk anak-anak, pemerkosaan terhadap perempuan, pembakaran rumah dan penangkapan terhadap warga sipil secara semena-mena.
“Akses organisasi bantuan kemanusian hampir sepenuhnya ditolak, menciptakan krisis kemanusiaan yang sangat mengerikan di kawasan yang sudah sangat melarat,” tulis surat terbuka itu.
“Sejumlah pakar internasional telah mengingatkan potensi genosida. Yang terjadi baru-baru ini menandai tragedi masa lalu_Rwanda, Darfur, Bosnia, Kosovo. Jika kita gagal mengambil tindakan, jika mereka tidak tewas ditembak, maka orang-orang itu tewas akibat menderita kelaparan parah.”
Para peraih Nobel dan tokoh serta aktivis ini menilai pemerintah Myanmar bertindak sangat tidak proporsional dalam menyelesaikan masalah Rohingya.
Surat terbuka tersebut ditandatangani oleh 13 peraih Nobel yakni Muhammad Yusuf, Uskup Desmond Tutu, Malala Yousafzai, Jose Ramos Horta, Tawakul Karman, Shirin Ebadi, Betty Williams, Mairead Maguire, Oscar Arias, Jody Willliams, Leymah Gbowee, Sir Richard J. Roberts, dan Elizabeth Blackburn.
Sementara 10 tokoh dunia lainnya adalah adalah Emma Bonino, Arianna Huffington, Sir Richard Branson, Paul Polman, Mo Ibrahinm, Richard Curtis, Alaa Murabit, Jochen Zeitz, Kerry Kennedy, dan Romano Prodi.
Seperti diketahui, Rohingya yang merupakan etnis minoritas memiliki populasi 1 juta orang di Myanmar. Mereka telah hidup dan menetap lama di Myanmar selama beberapa generasi, namun mereka diperlakukan seperti imigran gelap dan kewarganegaraannya ditolak. Mereka telah mengalami persekusi dan tindakan represif selama bertahun-tahun oleh pemerintah dan kelompok nasionalis Budha. []