MYANMAR – Pasukan keamanan Myanmar dan Aung San Suu Kyi telah menghadapi kecaman internasional atas penderitaan kaum minoritas Rohingya yang baru-baru ini terjadi kembali.
Dilasir Al-Jazeera.com, hampir 90.000 rakyat Rohingya telah membanjiri Bangladesh dalam 10 hari terakhir, menyusul berubahnya situasi dalam pertempuran antara pejuang Rohingya dan militer Myanmar di negara bagian Rakhine Barat.
Kekerasan pertama dimulai pada Oktober lalu, ketika sebuah kelompok kecil menyerang pos-pos perbatasan yaitu wilayah Rakhine, dimana penyerangan tersebut merupakan penyerangan terburuk yang pernah ada selama bertahun-tahun. Pihak PBB juga mengatakan bahwa tentara Myanmar mungkin telah melakukan pembersihan etnis.
Malala Yousafzai, peraih Nobel perdamaian Pakistan, menggemakan kecaman PBB atas tersebut dalam sebuah pernyataan di akun twitternya.
“Setiap kali saya melihat berita, hati saya hancur karena penderitaan Muslim Rohingya di Myanmar,“ kata Yousafzai, Selasa (5/9/2017).
Yousafzai menambahkan, bahwa selama beberapa tahun terakhir ia telah berulang kali mengutuk kejadian tragis dan memalukan yang menimpa Muslim Rohingya, dan ia masih menunggu peraih Nobel, Aung San Suu Kyi untuk melakukan sesuatu atas kejadian ini.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Senin, bahwa ia mendesak para pemimpin dunia untuk berbuat lebih banyak untuk membantu Rohingya.
Dan Turki akan tetap mengangkat isu Rohingya saat pertemuan umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York akhir bulan ini.
Kekerasan yang menimpa Muslim Rohingya telah mengamcam hubungan diplomatik Myanmar dengan negara-negara mayoritas Muslim di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia, dimana ada kemaran publik yang mendalam atas pelakuan terhadap Rohingya.
Namun meskipun dunia internasional telah melakukan kecaman, Aung San Suu Kyi tidak berkomentar apapun sejak kekerasan terjadi terakhir kali pada 25 Agustus. [Eka Aprila]
Sumber: Al Jazeera.com