YANGON—Untuk menghilangkan bukti kejahatan terhadap Muslim Rohingya, tentara serta warga sipil Myanmar dilaporkan mengumpulkan jenazah korban pembantaian tersebut dan membakarnya.
Temuan pembakaran penghilangan bukti tersebut diungkapkan oleh, Direktur Program Arakan Chris Lewa. Lewa beserta organisasinya yang bekerja untuk memantau kekerasan di Rakhine, menjelaskan bahwa organisasinya telah mendokumentasikan pembunuhan sedikitnya 130 orang dalam satu pemukiman di Rathedaung. Selain itu ada laporan lainnya dari tiga desa lain di mana puluhan orang terbunuh.
“Sedikitnya 130 orang telah terbunuh dan sepertinya jumlahnya lebih dari itu. Pasukan keamanan telah mengepung desa dan kemudian menembaki orang tanpa pandang bulu,” kata Lewa, seperti dilansir Independent, Selasa (4/9/2017).
Menurut Badan pengungsi PBB , UNHCR, ada 73.000 orang telah melintasi perbatasan Myanmar memasuki wilayah Bangladesh sejak kekerasan meletus pada 25 Agustus 2017, sehingga kamp pengungsi hampir mencapai kapasitas penuh.
Sementara itu ERC, Dewan Rohingya Eropa, melaporkan bahwa 2.000 hingga 3.000 Muslim Rohingya tewas akibat kekerasan di Rakhine yang terjadi sejak Jumat, 25 Agustus 2017. Mereka menuduh militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Di lain pihak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding bahwa pasukan Myanmar melakukan genosida terhadap Rohingya.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai telah meminta Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, untuk mengecam dan menghentikan perlakuan tragis dan memalukan terhadap orang-orang Muslim Rohingya. []