SETAN merupakan satu-satunya makhluk yang paling berbahaya bagi manusia. Ia musuh yang paling nyata. Kebenciannya terhadap manusia membuat ia rela melakukan segala cara untuk masuk ke dalam diri manusia. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk membuat manusia berpaling dari Tuhannya, sehingga ia mempunyai teman yang banyak di dalam api neraka.
Setan masuk ke dalam diri manusia dengan berbagai cara dan datang dari semua arah. Hal ini pernah dijelaskan oleh setan sendiri, yaitu setan yang bernama Iblis.
Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran, “Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menyesatkanku, pasti aku akan selalu menghalangi manusia dari jalanMu yang lurus. Aku pun pasti akan mendatangi mereka dari depan, belakang, kanan dan kiri mereka. Sehingga Engkau tidak akan mendapati kebanyakan manusia bersyukur,” (QS. Al-A’raf: 16-17).
Menurut Al Hakam bin Utaibah bahwa yang dimaksud dengan dari muka adalah dunia, dari belakang adalah akhirat, dari kanan adalah kebaikan dan dari kiri adalah keburukan. Kendati Al Hakam telah memberi tafsiran untuk empat kata tersebut, tafsirannya masih memerlukan penjelasan, karena ayat tersebut mengandung makna yang jauh lebih luas. Maka yang dimaksud dengan:
1. Mendatangi mereka dari muka adalah setan senantiasa menggunakan kehidupan manusia dalam urusan dunia yang terlihat jelas untuk melupakan mereka terhadap urusan yang masih ghaib, yaitu akhirat dan kehidupan dunia dipandang tidak berhubungan dengan akhirat.
2. Mendatangi mereka dari belakang, yaitu menggunakan amal ukH.R.owi untuk kepentingan dunia. Al-Quran adalah pembimbing yang mengarahkan semua kehidupan manusia agar menjadi amal ibadah demi kepentingan akhirat. Namun, dengan belajar dari pengalaman yang sudah ribuan tahun, maka iblis terus menerus berbisik dan mengarahkan manusia agar menggunakan Al-Quran untuk kepentingan dunia.
Setan juga mengarahkan orang yang suka beribadah agar menjadikan ibadahnya untuk kepentingan dunia pula. Bahkan, dia juga menanamkan ke dalam hati manusia keangkuhan tersembunyi, yaitu meyakini bahwa keajaiban-keajaiban yang dialaminya adalah bukti ketakwaan dirinya kepada Allah. Jika sudah muncul keangkuhan, maka desakan menuju kemusyrikan semakin kuat dan jalan kesesatan di hadapannya semakin terbuka lebar.
3. Dengan kebaikan. Amal kebaikan yang dikerjakan seorang hamba pun tidak lepas dari incaran setan. Setan berupaya menggunakan amal kebaikan seorang hamba sebagai jalan menuju keangkuhan. Dia berbisik kepada orang yang beramal kebaikan agar memandang dirinya sebagai orang yang lebih utama dan mulia, bahkan lebih dari itu merasa diri sebagai orang suci dari dosa.
Alkisah, pada suatu hari, seorang praktisi ruqyah ditanya, “Ustadz, mengapa bacaan ustadz sangat berpengaruh bagi pasien, sementara bacaan orang lain tidak? Padahal, orang lain pun mampu membaca yang ustadz baca?” Dengan yakin dia menjawab, “Oh, itu urusan ketakwaan.”
Kisah lain, seorang yang mengaku sufi mengaku bahwa dia telah mampu membela diri dengan kekuatan ghaib. Ketika seorang pemuda berkata, “Ustadz tolong ajarkan padaku agar aku memiliki bekal untuk berjihad.” Dia berkata kepada pemuda itu, “Kalian beluam sampai kepada maqam yang kami capai.”
Bahkan, dari kalangan mereka, ada yang lebih parah lagi, yaitu mengaku lebih mulia daripada nabi dan malaikat, seperti yang diungkapkan tokoh spiritual di Asia Tengah, “Sesungguhnya pemimpin-pemimpin kami menempati kedudukan yang tidak dicapai oleh nabi yang diutus dan tidak pula dicapai oleh malaikat yang dekat.”
4. Dengan keburukan. Ketika seorang hamba mendapat satu musibah atau menghadapi kesulitan, maka setan akan terus berusaha untuk menanamkan keresahan, kegelisahan, hingga kehilangan kontrol dalam sikap dan ucapan yang akhirnya keluar kata-kata kufur dan syirik.
Di samping itu, juga sangat mungkin setan membisiki seorang hamba tadi agar mengatasi masalah dengan cara yang melanggar syariat, seperti mengatasi penyakit dengan menggunakan dukun atau mengatasi kemiskinan dengan mencuri atau merampok. []
Sumber: Setan Pun… Hafal Al-Quran & Pandai Meruqyah/Karya: Dr. Saiful Islam Mubarak/Penerbit: Khazanah Intelektual