PERJUANGAN Muslim Rohingya bertahan hidup di Bangladesh tak kalah getir. Untuk mencapai pengungsian di Bangladesh saja, mereka harus berjalan kaki selama delapan hari dengan perut kosong, melewati hutan dan menghindari ancaman gigitan ular berbisa.
“Butuh waktu delapan hari ke tempat pengungsian di Bangladesh dengan jalan kaki. Kami tidak dapat menemukan makanan di jalanan, kami kelaparan sehingga kami terpaksa makan pohon pisang dan apapun yang kami temukan di hutan. Begitulah keluargaku hingga bisa selamat dan sampai di Bangladesh,” ujar Jamir Hossain kepada aa.com.tr, Kamis (7/9/2017).
Jamir Hossain termasuk di antara 164 ribu Muslim Rohingya yang menyeberang ke Bangladesh sejak 25 Agustus lalu, saat bencana kekerasan oleh rezim Myanmar meningkat di Rakhine.
Secara berangsur-angsur Muslim Rohingya tiba di pengungsian Kutupalong, Bangladesh. Selain lewat jalan darat, beberapa pengungsi lainnya melakukan perjalanan dengan kapal kecil melintasi sungai Naf.
Hasina Begum, Muslimah Rohingya yang mengandung anak ketiganya, membutuhkan waktu 10 hari untuk berjalan ke Bangladesh, setelah suaminya dibunuh oleh militer Myanmar.
“Saya tidak dapat menemukan cukup makanan untuk dua anak saya. Kami makan jika penduduk setempat membantu, jika tidak maka kami terpaksa melewati malam dengan perut kosong,” lirih Begum.
Lebih dari 1000 Muslim Rohingya meninggal akibat kekerasan tentara rezim Myanmar. Sadisnya, tentara rezim melepaskan tembakan dari helikopter saat pembakaran desa Rohingya berlangsung.
Menurut badan pengungsi PBB, 164 ribu orang Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh pada Kamis (7/9/2017).
Pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya terbaru ini memicu masuknya pengungsi baru ke Bangladesh, yang harus menampung sekitar 400 pengungsi Rohingya
Laporan PBB mengenai pelanggaran HAM oleh pasukan rezim juga telah mengindikasikan kejahatan kemanusiaan terhadap Muslim Rohingya. Tercatat pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, pemukulan dan pembunuhan brutal terjadi sejak 25 Agustus silam. []