Di tengah kesulitan, tiada tempat berlindung dan sukarnya untuk mendapatkan makanan serta air, bayi-bayi Rohingya itu lahir.
Dalam perjalanan menyelamatkan diri dari kekerasan militer Myanmar, hutan menjadi saksi bisu kelahiran para bayi-bayi Rohingya.
Khutija diam dan terlihat lelah. Istri dari Ali Johar itu terus memegang bayi perempuannya yang baru berusia dua hari. Bayi yang masih belum diberi nama ini lahir di sebuah hutan tanpa bantuan apapun, dalam perjalanan menuju Bangladesh.
“Saya tiba di Bangladesh dua hari yang lalu karena beberapa orang datang menikam banyak warga dan membakar rumah-rumah di desa kami, rumah saya habis terbakar,” kata Ali Johar, seperti dikutip dari ABC, Sabtu (9/9/2017).
Beberapa dari mereka tinggal di kamp pengungsian. Setelah menyelamatkan diri dari kekerasan militer Myanmar, kini mereka mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan logistik seperti makan dan minum.
Kini, Ali dan Khutija harus berjuang keras menjaga buah hatinya selama di kamp pengungsian. Sebab, di sana tidak ada air bersih dan sanitasi atau sesuatu yang bisa membuatnya bertahan. Ali pun mengaku tidak sempat membawa apapun saat kabur dari Rakhine.
Selain pasangan Ali dan Khutija, ada Hafizullah Muhammad dan istrinya, Senwara Begum, yang membawa lima anak. Mereka tinggal sementara di sebidang tanah di balik bukit. Mereka bercerita melihat bagaimana beberapa orang memancung orang di dekat perbatasan Myanmar dan Bangladesh.
“Tentara menembaki rumah kami, kami semua keluar dan menyerah,” kata Hafizullah menjelaskan. Saat datang, tentara itu mempersilakan keluarga Hafizullah melarikan diri.
Lantas, dia dan istri serta lima anaknya berlari ke satu arah sementara orang tuanya, berlari ke arah yang lain. “Kami masih belum tahu di mana orang tua kami berada,” ungkapnya. []