DUA tahun lalu, para periset di Universitas Duke, AS telah melakukan sebuah penelitian tentang ‘siapa musuh AS sebenarnya?’
Dengan menggunakan metode survei, mereka menyambangi hampir semua departemen kepolisian di seluruh AS melalui Forum Penelitian Eksekutif Kepolisian. Lalu para periset menerbitkan sebuah studi mengenai persepsi polisi tentang ancaman teroris dalam AS.
Berikut temuan-temuan kunci tersebut, seperti dilansir Newsweek :
“Lembaga penegak hukum di AS menganggap kelompok Muslim bukanlah kelompok yang paling berbahaya. Muslim bukan ancaman paling parah dari kekerasan politik yang kepolisian AS hadapi.
Mereka menganggap kelompok ekstremisme dari dalam AS sendiri, yakni kelompok anti-pemerintah, bisa menjadi ancaman yang jauh lebih parah secara nasional, daripada ancaman ekstremisme kekerasan yang dituduhkan terhadap Muslim di wilayah hukum mereka sendiri.
Dan sebagian besar lembaga penegak hukum menilai, dari semua bentuk ancaman ekstremisme yang mengguncang AS, ancaman dari kelompok ekstremis dalam negeri yang paling sering terjadi.”
Studi ini melihat insiden pasca insiden 9/11 dan sampai pada kesimpulan yang sebanding dengan studi GAO mengenai topik tersebut, yang ditugaskan oleh pimpinan bipartisan Komite Urusan Keamanan dan Urusan Senat awal tahun 2017.”
Hampir satu dekade yang lalu, muncul sebuah laporan kontroversial tentang ekstremisme dalam negeri. Laporan ini menyoroti potensi bahaya atas tindakan kekerasan oleh kelompok supremasi kulit putih atau neo-Nazi dan bukan dari kelompok Muslim.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah serangan 9/11 merupakan anomali dalam gambaran keseluruhan karena besarnya kegagalan intelijen yang terlibat. Karena sebenarnya serangan ‘teroris’ asing terhadap AS sepenuhnya dapat dicegah.
Itu tidak berarti bahwa terorisme dari luar tidak menimbulkan ancaman domestik. Tapi kenyataan sehari-hari di lapangan – seperti yang dibeberkan penelitian di atas-adalah di AS pasca-9/11, ancaman dari supremasi kulit putih sebagai “warga negara yang berdaulat,” bisa berbahaya. Mereka seolah memiliki pandangan serupa dan bertindak atas kehendak mereka sendiri, setidaknya sebagai ancaman besar karena terinspirasi kelompok teror.
Bahkan pasca tragedi Charlottesville, ungkapan “kelompok anti-pemerintah” cenderung lebih sembarangan, baik di media maupun oleh beberapa orang di komunitas advokasi.
Mematahkan kebencian rasial dan bertindak tegas adalah tugas pemerintah Federal—sesuatu yang harus semua orang lawan. []