Suatu hari, saat naik angkutan kota ke sebuah tempat. Naik lah seorang anak beserta ibunya. Anak masuk lebih dulu, ibu kemudian.
Sang ibu berteriak kesakitan saat menaiki mobil angkot ini, sebab kepala nya membentur palang pintu. “Puas (rasain),” ucap anaknya.
Sontak muka sang ibu makin memerah, menahan sakit, malu dan juga marah.
Suatu saat, seorang guru melihat murid nya bermain tuang isi di sentra bahan alam. “Alhamdulillah, Ade menumpahkan airnya,” ujar pa Guru.
Sorenya saya hampiri beliau dan bertanya, “Apa maksudnya tadi saat sentra Pak guru bicara kepada anak ‘selamat sudah menumpahkan airnya?'”.
“iya bu, kan anak itu memang menumpahkan air, saya bicara sesuai fakta,” sanggahnya.
Bahasa orangtua juga bahasa guru baik verbal maupun non verbal akan tersimpan dalam memori anak.
Kasus pertama, saat anak melihat ibunya tersakiti dia mengeluarkan kata-kata kasar bersifat kutukan. Pasti, dia mengeluarkan isi otaknya. Itulah yang orangtua nya simpan ke memorinya.
Kasus kedua, guru memang bicara sesuai fakta. Namun, kalimat yang keluar dari mulutnya tidak membangun kecerdasan. Saat sentra, anak harus mendapat pengetahuan dari setiap pengalaman mainnya.
Apa yang harus guru katakan adalah kalimat-kalimat yang membangun pengetahuan. Saat anak main kosong isi maka guru harus bicara akan hal itu. “Selamat, Ade sudah mengosongkan botolnya. Sekarang airnya pindah kedalam bak. Botol nya kosong, baknya berisi air.” Guru mengalirkan kalimat-kalimat volume. Nanti bisa diperluas lagi, “Wah, botol nya isi setengah penuh,” dan seterusnya.
Bayangkan berapa lama kita sudah mengajar. Berapa lama kita menjadi orangtua. Sudahkah bahasa yang kita alirkan kepada anak membangun kecerdasannya? Atau malah sebaliknya, bahasa yang kita alirkan adalah bahasa tidak bermutu, menggerutu, umpatan bahkan makian.
Dalam domain perkembangan bahasa anak terdapat lima fokus perkembangan. Pertama keterampilan mendengar, kedua receptive language, ketiga ekspresive language, keempat menulis dan kelima membaca.
Sudah kah kita bangun semua fokus ini dalam setiap kegiatan anak?
Bahasa guru harus lah bahasa bermutu. Guru adalah perpanjangan tangan para Nabi. Nabi diturunkan ke muka bumi untuk memperbaiki akhlak. Maka itu pula tugas seorang guru.
Guru pula harus menjadi model pertama bagi siswa-siswinya. Guru harus membahasakan semua pengalaman main yang anak lakukan sebab “Eksperience without language can not be knowledge.” []