Oleh: Dede Arif Rahman
KATA siapa banyak anak itu repot..? Iya juga sih pada awalnya. Tapi makin kesini makin banyak enaknya, dan makin asyik.
Saya tidak akan berteori. Saya hanya ingin berbagi pengalaman pribadi saja dalam menjalani kehidupan berkeluarga.
Kami baru punya anak empat (8th, 6th, 4th dan 2th). Faktanya, kami merasa lebih tenang dan leluasa meninggalkan anak-anak di rumah, sementara kami (saya dan istri) bisa leluasa beraktivitas diluar, baik aktivitas masing-masing seperti menjalani profesi, maupun berduaan, seperti jalan-jalan ke pantai berdua, berbelanja berdua, makan di pinggir jalan berduaan seperti orang pacaran, atau seksdar naik motor berduaan mencari angin segar.
Sementara kami sering melihat pasangan lain yang anaknya cuma satu kelihatannya repot sekali, kemana-mana dibuntuti sama anak terus dan tidak bisa leluasa. Bukan karena anaknya masih balita. Yang anaknya sudah seusia anak pertama kami pun kelihatannya masih repot saja. Padahal anaknya baru satu.
Dalam hal ini, banyak pasangan yang merasa iri dengan kami. Kok masih sempet-sempetnya jalan-jalan berpacaran berduaan, padahal anaknya banyak..?
Kenapa kami bisa “tega” meninggalkan anak-anak di rumah sementara kami “asyik” diluar..? Karena anak kami tidak ditinggal sendirian di rumah. Mereka bertiga bisa bermain di rumah tanpa merasa kesepian, sementara anak yang keempat (umur 2th) diasuh sama pembantu.
Kami juga tidak terlalu was-was akan terkontaminasi pengaruh negatif lingkungan. Sebab, anak kami kalau bermain ngabring bertiga dan bisa mendominasi teman-temannya. Ketika ada teman-temannya yang nyeletukberkata-kata kasar, atau bertindak yang tidak semestinya seperti buang sampah sembarangan dan sebagainya, maka anak-anak kami yang menegurnya. Mereka punya “kekuasaan” untuk memimpin, karena mereka satu tim dan sudah tertanam nilai-nilai di rumah. Merekalah yang lebih banyak mengarahkan dan memperngaruhi anak-anak yang lain, bukan sebaliknya, dipengaruhi.
SUPERVISI
Banyak orang mengatakan bahwa anak banyak tidak akan terperhatikan prestasinya. Kata siapa..? Faktanya, anak kami yang pertama (kelas 3 SD) dan yang kedua (kelas 1 SD) mendapat rengking pertama semua di kelasnya (baru kemarin bagi raport). Bahkan anak kami yang pertama setiap tahun selalu direkomendasi gurunya untuk mengikuti perlombaan CALISTUNG (Baca Tulis dan Berhitung) mewakili sekolahnya. Anak yang kedua pun saat ini sudah menjadi kandidat untuk itu. Sudah ada dialog antara kami dengan gurunya.
Awalnya, kami memberikan perhatian yang penuh untuk membimbing anak pertama dalam prestasi akademisnya. Nah, untuk anak yang kedua, kami merasa lebih ringan, karena sebagian beban kami itu sudah di-cover oleh anak pertama. Dialah yang membimbing adiknya.
Terkadang saya membuat soal latihan untuk dikerjakan oleh anak kedua. Kemudian pemeriksaan dan penilaiannya dilakukan oleh anak yang pertama, sekalian mengasah kemampuannya juga. Katakanlah untukreview pelajaran-pelajaran yang telah lewat. Asyik kan..?
Nah, proses supervisi ini rencananya akan diberlakukan terus ke bawah. Idealnya adalah anak pertama mensupervisi anak ketiga, kemudian anak kedua mensupervisi anak keempat. Seandainya (Insya Allah) anak kelima hadir, maka tugas supervisinya diserahkan pada anak ketiga. Dan begitu seterusnya.
Ini sudah kami coba terapkan. Yaitu ketika anak ketiga buang air, maka anak yang pertamalah yang (maaf)nyebokinnya. Termasuk kegiatan memandikan juga begitu. Anak pertamalah yang memandikan anak ketiga. Sementara anak kedua sudah mandiri dalam hal mandi dan bersih-bersih. Kalau anak yang keempat memang masih sama ibunya atau sama pembantu. Nanti jika waktunya sudah tiba, maka mandat supervisi itu akan diserahkan ke anak yang kedua.
Masih banyak lagi kenikmatan yang tidak bisa saya sebutkan semuanya di sini. []