SUATU ketika kau akan tahu bagian paling menyakitkan dari mencintai itu, “Saat orang yang kau cintai dengan sepenuhnya, ternyata hanya mencintaimu seperlunya saja.”
Untuk itulah, kuriwayatkan satu pesan sederhana, “Cintailah orang yang dirimu kau nikahi, bukan yang saat ini menjadi pacarmu. Sesungguhnya yang mendatangkan karib rumah tangga itu hanyalah Allah, sedangkan yang mendatangkan pacar itu Iblis bersama sekutunya.”
Sehingga mencintai seseorang yang dihantar Iblis tak akan pernah mendamaikan jiwa, sebab terlalu berharap pada manusia jelas kebodohan yang terencana. Apalagi kalau mensyaratkan zina sebagai penguat penyatuan jiwa dalam cinta, padahal belum halal secara agama. Itu jelas menzalimi diri sendiri dengan derita.
Pacarmu belum tentu jodohmu, sedangkan suami/istrimu sudah barang tentu bagian tulang rusukmu. Bila demikian, untuk apa berlebihan mencintai seseorang yang belum menjadi bagian dari dirimu sendiri? Bukankah penyerahan cinta habis-habisan hingga berakibat zina justru akan menghabisi harga dirimu di sisi-Nya?
Renungkanlah dengan segenap jiwa. Puncak keluhuran cinta ialah menyempurnakan separuh agama melalui pernikahan, sehingga memudahkan cinta atas nama pacaran jelas tindakan yang memalukan. Pandangi dirimu di cermin, lalu bayangkan betapa berdosanya dirimu kepada suami/istrimu kelak bila tiada berjodoh dengan pacarmu saat ini.
Tanganmu telah dijamah mantan. Matamu telah dimasuki bayangan mantan. Telingamu telah dipenuhi suara mantan. Bahkan hatimu telah dijadikan sandaran mantan. Lalu apa lagi yang dirimu sisakan?
Mohon ampunlah segera. Bangun takwa, tatap masa depan dengan kesanggupan kerja menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga Allah Ta’ala berkenan kiranya. []
Arief Siddiq Razaan, 25 Maret 2016