BERIMAN merupakan salah satu bentuk atau tanda yang menunjukkan kesungguhannya dalam beribadah. Iman berarti percaya akan adanya Allah SWT yang menciptakannya. Iman berarti senantiasa melakukan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menjauhi apa yang dilarang. Orang beriman, dikatakan bahwa memiliki tingkatannya. Benarkah demikian?
Derajat keimanan seseorang berbeda-beda. Bergantung dari frekuensi ibadahnya, dari tinggi rendah “volume” ibadahnya. Sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu,” (QS. Al-Hujurat: 13).
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwasanya ada yang mulia dan yang paling mulia. Dengan kata lain ada tingkatannya. Tentu saja yang paling tinggi tingkatannya adalah para Nabi. Nabi-nabi adalah maksum (dilindungi) dari perbuatan dosa.
Orang yang mengamalkan keimanan ada yang mencapai derajat takwa dan paling bertakwa. Mulia dan paling mulia. Terus meningkat derajat keimanannya, sampai setingkat dengan para Nabi. Puncak dari orang-orang yang beriman adalah Nabi, dan para Nabi yang tertinggi adalah Nabi Muhammad SAW.
Mengukur iman yang benar dan kuat adalah setelah melalui ujian Allah SWT. Keimanan yang kuat akan diuji, yang lemah imannya pun akan diuji. Besarnya pahala yang diperoleh manusia bergantung dari besar kecilnya ujian itu.
Para Nabi mendapat ujian begitu berat. Dan telah kita ketahui bahwa ujian terberat adalah Nabi Muhammad SAW. Maka tak heran, keimanannya lebih tinggi daripada yang lain.
Kita pun dapat memiliki keimanan yang tertinggi. Salah satu kuncinya ialah seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Yakni senantiasa bersabar dan ikhlas menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Semakin berat ujian yang kita hadapi akan semakin tinggi pula keimanan kita, jika kita mampu mengatasi ujian itu. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab/Karya: Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi/Penerbit: Gema Insani