JUAL beli adalah perkara mubah dalam Islam. Namun jual beli bisa menjadi ibadah ataupun maksiat tergantung dari niat, proses, dan barang yang diperjualbelikan.
Dalam jual beli, biasanya tak hanya melibatkan penjual dan pembeli, melainkan melibatkan orang ketiga atau bisa disebut sebagai ‘calo.’ Sebagai contoh si A membeli barang dari si B. Lalu si A menjualnya lagi kepada si C. Transaksi jenis inilah yang kini banyak digunakan masyarakat.
Tak semua orang dapat menghasilkan sesuatu. Tetapi, ia bisa memanfaatkan hasil karya orang lain dengan membelinya. Dan ia bisa jadikan sebagai lahan usaha dengan menjualnya kembali. Dari situlah, orang yang belum mampu berbuat sesuatu juga dapat memperoleh keuntungan. Sebab, penjual bisa mengambil untung dari apa yang dijualnya.
Meski begitu, ketika kita akan menjual sesuatu, ada satu hal yang tidak boleh kita lakukan. Apakah itu? Sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh membeli suatu barang kemudian menjualnya padahal kita belum menerima barang dagangan tersebut.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika engkau membeli sesuatu, engkau jangan menjualnya hingga engkau menerimanya,” (Diriwayatkan Ahmad dan Ath-Thabrani. Dalam sanad hadis ini terdapat catatan, namun hadis ini bisa dijadikan dalil).
Abdullah bin Al-Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “Aku tidak menghitung sesuatu kecuali dengan semisalnya,” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Jadi, sebagai orang yang menjual kembali barang yang dibeli dari orang lain, kita tidak bisa menjualnya sebelum barang itu sudah ada pada kita. Kita hanya bisa menjual jika barang yang kita beli sudah ada. Sebab, jual beli barang yang belum ada atau ‘beli kucing dalam karung’ adalah dilarang dalam ajaran Islam. []
Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah