عَنْ أَ سِ بْنِ مَالِكٍ قَاؿَ صَللَّايْتُ أَ ا وَ تِيمٌ بػيَْتِنَا خَلْفَ النلَّا دِِّ بِ – صلى الله عليو وسلم – وَأُدِّمى أُُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا .
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Saya shalat bersama seorang anak yatim di rumah kami, kami di
belakang Rasulullah Saw, ibu saya Ummu Sulaim di belakang kami”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Komentar al-Hafizh Ibnu Hajar tentang pelajaran yang dapat diambil dari hadits ini:
Anak kecil bersama lelaki baligh berada satu shaf. Perempuan berada di belakang shaf laki-laki.
Perempuan berdiri sati shaf sendirian, jika tidak ada perempuan lain bersamanya. (Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari: 2/91.)
Akan tetapi, jika dikhawatirkan anak kecil tersebut tidak suci, maka diposisikan pada shaf di
belakang lelaki baligh:
Sebaiknya shaf anak-anak diposisikan di belakang shaf lelaki yang telah baligh, akan tetapi jika
dikhawatirkan mereka mengganggu orang yang shalat atau shaf lelaki baligh tidak sempurna, maka
anak-anak itu satu shaf dengan shaf lelaki baligh, itu tidak memutuskan shaf jika mereka telah mumayyiz
dan suci, kemungkinan mereka tidak suci sangat jauh, imam mesti mengingatkan anak-anak tentang
kesucian, shalat dan adab yang mesti dijaga di dalam masjid, (Fatawa asy-Syabakah al-Islamiyyah: 5/5423.) wallahu a’lam. []
Sumber: 77 Pertanyaan soal Shalat/KH. Abdul Shomad, LC