ANAS bin Malik r.a. menerangkan, Rasulullah Saw. senantiasa membiasakan diri membaca doa, Rabbanaa aatina fi ddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa adzaabannar. (H.R. Bukhari).
Alangkah indahnya apabila kita pun membiasakan diri membaca doa ini. Orang setingkat Nabi Muhammad SAW. saja rajin membacanya, Pertanyaannya, apakah yang dimaksud kebahagiaan dunia dalam doa itu? Atau dengan kata lain, apakah indikator kebahagiaan dunia itu? Paling tidak, ada tujuh tanda kebahagiaan dunia, yaitu:
1. Hati yang selalu syukur
Apabila kita selalu mensyukuri apa yang Allah Swt. berikan, konsekuensinya kita akan selalu menerima dengan lapang dada ujian apa pun yang menimpa diri kita, sepahit dan sehebat apa pun ujian tersebut. Oleh sebab itu, hati yang syukur menjadi kriteria kebahagiaan dunia, karena dengannya kita akan selalu syukur kalau ditimpa kebaikan dan akan sabar kalau ditimpa kesulitan.
Bukankah sikap seperti ini yang akan membuat kita bahagia? Abu Yahya Shuhaib bin Sinan r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda,
Sungguh menakjub kan sikap seorang Mukmin itu, segala keadaan dianggapnya baik dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka itu lebih baik baginya, dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu lebih baik baginya. (H.R. Muslim)
2. Jodoh yang saleh
Sungguh bahagia kalau kita punya jodoh yang saleh, yang bisa menjadi penyejuk saat kita lelah menghadapi tantangan-tantangan hidup, menjadi penggembira saat kita sedih, dan menjadi pelindUng saat kita menghadapi kesulitan. Jadi, mempunyai jodoh yang saleh bisa dipastikan menjadi dambaan setiap orang. Namun, kenyataannya tak semudah yang kita harapkan, sebab Allah Swt. telah menjadikan suami ataupun istri menjadi batu ujian dalam kehidupan ini.
Hai, orang-orang beriman! Sesungguhnya, di antara pasangan-pasanganmu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. At-Tagabun [64]: 14)
Jadi, walaupun jodoh yang saleh itu menjadi dambaan kita, namun belum tentu kita mendapatkan nya walau sudah berusaha sekuat tenaga. Bisa jadi, di antara kita ada yang diuji oleh istri yang tidak saleh seperti halnya Nabi Nuh dan Luth a.s., atau diuji oleh suami yang tidak saleh seperti halnya Asiah yang bersuamikan Firaun. Allah Swt. menjelaskan hal ini dalam ayat berikut,
Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. Tetapi, kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari siksaan Allah dan dikatakan kepada kedua istri itu, Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk neraka. Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang beriman, istri Firaun, keti ka ia berdoa, Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum zalim. (Q.S. At-Tahrim [66]: 10-11)
Oleh sebab itu, kita harus berusaha dan berdoa agar diberi jodoh yang saleh sehingga bisa meraih kebahagiaan dunia.
3. Keturunan yang saleh
Di antara indikator kebahagiaan dan kesuksesan dunia adalah kita memiliki putra-putri yang saleh, yang bisa menjadi penyejuk hati orang tuanya. Anak merupakan titipan Allah Swt. yang harus dirawat, dididik dengan serius dan penuh tanggung jawab. Allah Swt. mengingatkan agar kita bisa melahirkan generasi yang memiliki kekuatan materi, intelektual, dan spiritual. Kita mesti merasa takut kalau kita meninggalkan generasi yang lemah, baik lemah secara material, intelektual, ataupun spiritual.
Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka dan khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar. (Q.S. An-Nisa [4]: 9)
Selain sebagai titipan, anak pun merupakan batu ujian bagi kehidupan kita.
Sesungguhnya, hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu, dan di sisi Allah ada pahala besar. (Q.S. At-Tagabun [64]: 15).
Kalau kita sudah bersungguh-sungguh mendidiknya, namun ternyata anak tersebut tidak menjadi saleh sesuai harapan kita, berarti kita sedang diuji Allah Swt. dengan anak, seperti hal-nya Nabi Nuh a.s. yang telah bekerja keras mendidik anaknya yang bernama Kanaan, namun anaknya malah memusuhi ayahnya dan menentang ajaran-ajaran yang disampaikan ayahnya. Oleh sebab itu, bersyukurlah kalau kita memiliki anak yang saleh, karena anak yang saleh merupakan tanda kebahagiaan dunia.
4. Lingkungan pergaulan yang saleh
Manusia adalah makhluk sosial, artinya dia tidak bisa hidup sendirian tanpa teman. Persahabatan atau pertemanan akan banyak mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan berbuat, sehingga ada keterangan yang menyebutkan Al Mushahabatu
tasriqu Thabiiah, artinya persahabatan itu suka mencuri tabiat.
Maksudnya, dalam berinteraksi dengan teman sangat mungkin ada perilaku atau cara berpikir mereka yang diadopsi oleh kita, dan bisa juga sebaliknya. Syukur-syukur kalau kita selalu mengadopsi cara berpikir dan berbuat orang lain yang positif. Yang dikhawatirkan, kalau yang kita adopsi dari mereka justru hal-hal negatif. Begitu pentingnya peranan sahabat atau lingkungan, sampai-sampai Nabi Ibrahim a.s. pernah berdoa,
Rabbi hablii hukman wa alhiqnii bishshaalihin, artinya, Ya Tuhanku, beri kan ilmu kepadaku dan masukkan aku ke golongan orang-orang saleh. (Q.S. Asy-Syuara [26]: 83).
Tentu saja doa ini bisa kita baca juga untuk meminta kepada Allah agar diberi teman atau lingkungan pergaulan yang baik. Beruntunglah kalau kita memiliki lingkungan pergaulan yang baik karena itu merupakan indikator kebaikan dunia.
5. Harta yang halal
Manusia tidak bisa lepas dari kehidupan yang bersifat material, karena Allah Swt. telah menetapkan fitrah kepada manusia untuk mencintai harta, sebagaimana firman-Nya,
Telah ditanamkan pada manusia rasa indah dan cinta terhadap wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan lahan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik. (Q.S. Äli Imran [3]: 14)
Yang menjadi persoalan adalah cara mendapatkannya. Tidak sedikit orang yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dengan asumsi bahwa harta yang banyak akan menjamin kebahagiaan dunia. Padahal, kebahagiaan sesungguhnya bukan diukur dari berapa banyaknya harta yang kita punya tapi seberapa halal kita mendapatkannya.
Sesungguhnya, maraknya korupsi dan manipulasi dipacu oleh asumsi bahwa kesuksesan dunia diukur dari banyaknya harta dan bukan dari aspek kehalalannya. Selama sebagian bangsa kita masih memiliki asumsi seperti ini, praktik korupsi, kolusi, dan manipulasi lainnya akan tetap marak. Jadi, untuk menghapus praktik-praktik haram itu, paradigma berpikir tentang harta mesti diubah, bahwa kemuliaan seseorang bukan diukur dari banyaknya harta tapi ditentukan oleh seberapa halal cara mendapatkannya. Jadi, kriteria kebahagiaan dunia adalah harta yang halal bukan harta yang banyak, syukur-syukur harta kita itu halal dan banyak.
6. Ilmu yang bermanfaat
Allah memberikan pada manusia sejumlah perangkat untuk mendapatkan ilmu, di antaranya pendengaran, penglihatan, dan akal, sebagaimana firman-Nya,
Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak menge tahui apa pun. Allah memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl [16]: 78).
Yang dimaksud agar kamu bersyukur adalah agar kita menggunakan mata, telinga, dan akal untuk mendapatkan ilmu.
Ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia lebih unggul dibandingkan makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Hal ini terungkap dalam kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 31-32, yaitu ketika Allah Swt. menunjukkan kemampuan Nabi Adam a.s. dalam memahami fenomena alam di hadapan para malaikat.
Oleh sebab itu, apabila kita memiliki ilmu apa pun jenis ilmu tersebut, apakah ilmu kauniyyah (ilmu tentang alam semesta dengan segala fenomenanya) ataupun ilmu diniyyah (ilmu yang berkaitan dengan keagamaan) selama ilmu itu bermanfaat bagi kehidupan, berarti kita telah mendapatkan kebaikan dunia.
Rasulullah Saw. dalam suatu riwayat yang sahih menyebutkan bahwa ada tiga amalan yang akan terus mengalir pahalanya walaupun kita sudah wafat, yaitu: ilmu yang bermanfaat, anak saleh yang selalu mendoakan orang tuannya, dan shadaqah jariah.
Oleh sebab itu, sungguh beruntung kalau ilmu yang kita miliki bermanfaat untuk kehidupan sehingga bisa menjadi amalan yang mengalir pahalanya walaupun kita sudah meninggal.
7. Umur yang barakah
Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang terikat waktu. Sifat waktu itu dinamis, berjalan terus. Keadaan manusia pun berubah sesuai dengan perjalanan waktu. Contoh sederhana, bulan lalu kita masih mahasiswa, sekarang sudah bergelar sarjana atau bisa juga malah drop out. Tahun lalu bergelar ayah, sekarang menjadi kakek. Jadi, sadar atau tidak, perjalanan waktu akan mengubah kita.
Persoalannya, ke arah mana perubahan itu terjadi? Ada tiga kemungkinan. Siapa yang kualitas amal saleh hari ini sama dengan kemarin, itulah orang yang tertipu oleh waktu. Siapa yang kualitas hari ini lebih buruk dibandingkan dengan hari kemarin, itulah orang yang terpuruk. Dan siapa yang kondisi hari ini lebih baik dari hari kemarin, itulah orang yang mendapat rahmat.
Ciri orang yang mendapat kebahagiaan dunia adalah orang yang selalu berusaha agar hari ini lebih baik dari kemarin. Selalu berusaha mengisi umurnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Itulah yang disebut umur yang barakah. Makin bertambah umurnya, makin meningkat pula amaliah salehnya. Sehingga ketika Allah Swt. memanggilnya, ia berada di klimaks kesalehan.
Mencermati analisis di atas, bisa disimpulkan, ketika kita memohon Ya Allah berikan kepada kami kebahagiaan dunia, berarti kita meminta minimal tujuh kebaikan, yaitu hati yang syukur, jodoh yang saleh, anak yang jadi penyejuk hati, lingkungan pergaulan yang baik, harta yang halal, ilmu yang bermanfaat, serta umur yang barakah. Lalu, apa yang dimaksud, Ya Allah, berikan kepada kami kebahagiaan akhirat dan jauhkan kami dari azab neraka. Kebahagiaan akhirat adalah rido Allah dan surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah [5]: ayat 119,
Mereka memperoleh surga yang mengalir sungai-sungai di ba wah nya. Mereka kekal didalam nya selama-lamanya. Allah ridho ke pada mereka dan mereka pun ridho ke padaNya. Itulah kemenangan agung.
Semoga Allah Swt. memasukkan kita dalam surga yang penuh kenikmatan. Aamiin. []
Sumber : Ustadz Aam Amirudin, mapi online.