Oleh: Raidah Athirah
Penulis, Kontributor Islampos, Tinggal di Polandia
ENTAH siapa yang mula-mula menulis kalimat ini; ‘Bahagia secukupnya, sedih sekadarnya.” Karena pada hakikatnya kehidupan ini dipergilirkan. Kamu hari ini merasa bahagia, yang lain tenggelam dalam duka.
Jika rasa iri itu masih ada dalam dada, perlu kamu pertanyakan keyakinanmu tentang rezeki yang sudah diatur oleh yang Maha Pengatur.
Perlu sekali, diam-diam kamu merenungi ayat-ayat Allah. Mendinginkan kalbu yang terbakar atas rasa iri melihat kebagiaan dan kesuksesan orang lain.
Pahami kembali bahwa Allah Maha Adil. Dia memberimu nikmat dan ujian seperti halnya juga kepada orang lain.
Bukankah kesedihan, kebahagiaan sudah diatur dengan adil olehNya?
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
[Q.S. An-Nisa: 32]
****
Sering bahkan mungkin terbesit banyak hal yang membandingkan nasibmu dengan orang lain.
“Beruntung bangat dia hidupnya, punya pekerjaan mapan dan keluarga yang oke punya.”
“Aku lebih cantik tapi kok dia yang punya suami ganteng!”
“Enak bangat hidupnya, Jalan-jalan terus nggak kayak aku nempel terus di kota ini.”
“Hidupnya sukses, udah gituh terkenal lagi.”
“Keren abis ! Cakep iya. Otaknya encer bangat. Beasiswa ke luar negeri terus. Aku kapan bisa kayak dia?”
“Tuhan kok nggak ada adil-adilnya sama aku. Sengsara mulu nih hidup.”
“Kapan jodoh ini akan datang? Sengsara sekali jadi jomblo! Iri bangat aku liat dia udah honeymoon. Lah, aku ini kapan dilamar? Aku wajahnya nggak jelek-jelek amat, kok.”
Kamu lupa bahwa setiap orang punya rezekinya masing-masing. Gilirannya sudah diatur. Allah, Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim bahkan sudah mengaturnya sebelum kamu lahir ke dunia. Benarkah demikian?
“Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.” (Al-Hajj: 58).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)
Kamu dikuasai iri sampai lupa bertanya tentang jalan bagaimana dia bisa sampai di titik itu. Titik yang membuat kamu iri padanya.
Saya pernah berada di titik yang kamu rasakan. Saya iri pada seorang teman lama ketika mendengar kabar dia bisa menjadi kepala kantor di usia sama seperti saya saat ini. Padahal dalam pandangan saya waktu itu, dia orang yang biasa-biasa saja.
Sampai di suatu masa, Allah mengingatkan saya tentang jalan yang tak biasa yang sudah ia lalui. Ada ikhtiar yang luar biasa dan doa yang terus-menerus sampai ia bisa seperti ini.
Teman saya ini orangnya supel dan punya banyak kawan. Ada satu hal yang saya ingat dari sifatnya yang suka membant; ia pernah membayar uang SPP saya yang tertunda beberapa bulan. Padahal kami memang sama-sama berstatus pengungsi waktu itu.
Dan ada hal yang ia perjuangkan yang saya sendiri belum tentu mampu sepertinya. Teman saya ini yatim. Sepulang sekolah ia berjualan sayur. Tidak ada rasa malu ketika saya menjumpainya mendorong gerobak. Dalam keadaan ini pun ia masih giat berbagi.
Apakah kamu siap menjalani proses berdarah-darah dan lelah sangat untuk bisa seperti orang yang hati kamu begitu iri padanya?
***
Kamu iri karena kamu tak tahu bagaimana perjuangannya, hari-harinya dan sikapnya menghargai setiap masalah yang datang.
Saya selalu menulis bahwa jangan iri karena kamu tak pernah tahu perjalanannya yang luar biasa sampai ia di titik yang begitu kamu impikan.
Bila kamu melihat orang tertawa dan tersenyum lepas bukan berarti ia hidup tanpa masalah melainkan orang-orang ini adalah orang-orang yang telah belajar banyak hal dari kehidupan.
Mari belajar dari pohon empat musim. Bahwasanya hidup ini memiliki sifatnya yang dipergilirkan. Bila memang masanya menguning, sekuat apapun manusia memaksa untuk mempertahankan warna hijau dedaunan tak akan mampu mengubah ketetapanNya. Begitupun sebaliknya.
Bila demikian, sungguh rugi hati kamu yang hanya disibukkan dengan menaruh iri kepada nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
Kamu bisa menirunya tapi tidak bisa menggantikan perjalanannya karena setiap orang memiliki jalannya masing-masing. Jadi,bila rezeki tak bisa tertukar, mengapa hatimu iri pada kehidupan orang lain? []
Polandia, October 2017