Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu.
Subhanaallah sahabat shalehku. Sungguh Islam mengajarkan umatnya supaya pernikahan itu dipublikasikan. Rasulullah SAW bersabda, “A’linuu haadzan-nikaaha waj-‘aluuhu fi’l-masaajidi wadh-ribuu ‘alaihid-dufuufa” (Umumkanlah pernikahan, selenggarakanlah di masjid dan bunyikanlah tetabuhan).” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda, “Kumandangkanlah pernikahan dan rahasiakanlah peminangan.” (HR Ummu Salamah ra).
Sebaliknya, sembunyi-sembunyi bukan hanya jauh dari sunnah apalagi syiar, malah justru menimbulkan mudhorot besar dan banyak fitnahnya.
Padahal, dia berjalan dengan istrinya difitnah berzina. Jelas salah yang memfitnah tetapi juga salah yang tidak mengumumkan pernikahannya karena membuka peluang fitnah.
Dakwah terbaik bukan hanya memberi contoh tetapi menjadi contoh nyata. Rasulullah menggendong Sayyidah Aisyah saat menyaksikan perlombaan kuda, mengangkat Sayyidah Shofiyyah naik onta, dan banyak lagi kisah indah Rasulullah.
Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Beliau orang yang suka bercanda dengan istrinya” (HR Bukhari)
Jelas ini tontonan terindah bagi para sahabat yang menyaksikan ini. Tetapi, menjadi tuntunan dakwah dan uswah hasanah terindah, bersikap terbaik kepada keluarga dihadapan umat. Tontonan pun berubah menjadi tuntunan mulia.
Apalagi dakwah di era media sosial, benar-benar tantangan besar bukan lagi “katanya atau kisahnya saja, mana buktinya?!”
Karena itulah, dibutuhkan bukti contoh nyata bahwa syariat Allah itu memang sangat membahagiakan bagi hamba hamba yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya.
Jangan bermesraan bercumbu rayu dipublikasikan, jelas ini sangat memalukan, tetapi kebahagiaan, kebersamaan dan pendidikan yang menjadi contoh kebaikan hidup berumah tangga.
Khusus untuk poligami, hanya bagi yang mampu dengan syarat-syarat yang sangat berat. Terutama kesiapan istri pertama dan keluarga. Kalau tidak siap dan tidak mampu melakukannya, malah berakibat hancurnya bahtera rumah tangga. Untuk apa poligami kalau hanya berakhir dengan hancurnya rumah tangga? Maka, bersabarlah dan berbahagialah dengan cukup satu istri saja!
Any way, kalau hati itu bersih karena keindahan imannya, maka ia memandang apapun dengan bersih pula, penuh dengan kebaikan, kesantunan bahasa, dan kemuliaan bersikap. Tetapi sebaliknya, kalau hati itu kotor, maka ia memandang apapun denga buruk sangka, bahasa kedengkian, dan penuh hujatan kebencian.
Pepatah arab mengatakan, “Kalau hati sudah ridha disebut namanya saja sudah senyum senang, tetapi kalau hati sudah benci melihat gantungan bajunya saja sudah manyun ingin membuangnya”.
Allahumma ya Allah maafkanlah sahabat hamba yang memfitnah hamba. Maafkan sahabat hamba yang menghujat hamba, hamba yang difitnah dan dihujat ikhlas rela memaafkannya karena cinta sayang hamba pada mereka dan umat Nabi Muhammad SAW karena Engkau…aamiin.
Semoga Allah selalu berkahi persahabatan dan harakah dakwah kita…aamiin. []
Sumber: Republika.