Oleh: Diarisma Wibowo
Ketua umum Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK).
ADA yang membuatku tertawa dari pernyataan kalian. Bahwa kelak jika engkau akan menikah, tidak perlu mementingkan pernyataan daripada sebuah prinsip. Mencari istri atau suami bukanlah melihat kemampuan, melainkan dari segi keawalan untuk membangun sebuah rumah tangga.
Orang bilang, jika mencari pasangan hidup itu tidak harus memandang dari segi kemapanan. Tidak penting istri yang mampu menjadi perempuan dan tidak perlu memilki suami yang bisa menjadi laki-laki. Seorang istri tidak harus bisa memasak, mencuci dan pandai bersih-bersih. Suami juga tidak harus bisa membetulkan genteng atau membuat pagar. Pernyataan-pernyataan yang semakin gempar di kalangan para pemikir awam.
Aku ingin sedikit bertanya, mari kembali kepada dunia nyata. Jika kelak kalian menikah dan tinggal di dalam sebuah hutan. Maka apa yang akan kalian lakukan. Aku akan berikan sebuah contoh dari diriku sendiri. Saat aku dan istriku hidup dari sebuah awal pernikahan. Maka saat itu pula kebenaran perjalanan kami baru akan dimulai. Kami sudah memiliki rumah yang beratapkan baja dan dinding-dinding dari bongkahan batu permata. Seisi ruangan telah lengkap dari apa yang diperlukan dan perbekalan hidup masih tersedia meski tidak pasti kapan akan habis.
Fase itu abadi dan pelapukan dari sebuah perputaran hidup itu nyata. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa apa yang aku punya akan tetap ada atau utuh sebelum aku mati. Jika kelak perbekalanku sudah mencapai batas titik akhir, maka saat itu pula kebenaran dari wujudku akan ditagih. Apa jadinya jika genteng yang nantinya akan bocor terkikis hujan tidak mampu aku tambal dengan caraku sendiri. Sedang untuk makan saja, bekalku masih tak cukup hari ini. Bagaimana rasanya jika istriku tidak piawai dalam memasak sebuah nasi saja, sedang roti-roti yang telah tersedia telah habis dalam beberapa hari sebelumnya. Umurku tidak bisa dikatakan muda, namun hidupku telah habis terlebih dahulu oleh ego di masa lampau.
Pemalas dan kemunafikan itu adalah beberapa sifat yang selau ingin disembunyikan. Sedang kemauan dan semangat dari dalam diri ialah bekal yang tak mudah untuk dimiliki. Pernikahan itu bukan ajang coba-coba, jika dari sekarang engkau tidak mampu menjadi istri ataupun suami. Maka apa jadinya jika kelak anak-anak itu telah lahir dari rahim perjalanan hidup. []