PALEMBANG–Endang bersama keluarganya tinggal di dalam Gerobak kayu yang berukuran panjang dua meter dan lebar 80 cm. Di dalam gerobak ini tidak ada minuman, makanan, apalagi barang berharga. Yang terlihat hanyalah selimut dan bantal kecil yang sudah lusuh.
“Kalau tidur saat malam hari, memang pindah-pindah. Kadang di depan polda, Jalan R Sukamto dan tempat lainnya. Pastinya yang bisa berteduh dari hujan. Kalau tidur, memang kami semuanya tidak muat, jadi saya tidur di luar, sedangkan di dalam gerobak istri dan anak-anak saya,” kata Endang seperti dilansir tribunnews.com.
Endang sudah mempersiapkan terpal untuk menutupi ‘rumahnya’ itu ketika hujan datang. “Kalau pun hujan di jalanan, saya sudah siapkan terpal. Saya tidak apa kalau basah, yang penting anak dan istri saya jangan sampai kehujanan. Tapi kalau mandi setiap pagi, kami mandinya di kawasan BKB,” tuturnya.
Saat diwawancarai, Siti Aina (30), istri Endang, hanya sesekali melemparkan senyum. Ketika ditanyai bagaimana kondisi kesehatan anak-anaknya selama hidup di dalam gerobak, Siti dan Endang kompak menjawab belum pernah sakit.
“Alhamdulillah kami belum sakit. Mungkin sudah terbiasa hidup begini, jadi tidak pernah sakit. Anak-anak kami juga sementara ini kondisinya sehat-sehat saja. Memang kalau untuk makan sehari-hari itu makan seadanya. Pernah kami sekeluarga tidak makan sama sekali, baru keesokan harinya baru makan setelah plastik terjual,” ungkap Siti.
Endang dan keluarganya terpaksa hidup serba kekurangan di dalam gerobak. Untuk melakukan hubungan pasutri pun mereka melakukannnya di dalam gerobak. Bahkan anak ketiga Endang yang bernama Fatimah Azhara yang kini berusia tiga tahun pun lahir di dalam gerobak tersebut. []