Oleh: Arif Siddiq Razaan
KEBANYAKAN lelaki berimajinasi menjadi bulan untuk menunjukkan ungkapan cinta yang teramat dalam. Padahal justru gelaplah yang membuat bulan terlihat indah. Demikian pula cinta, pengorbanan kecil kadang dibesar-besarkan untuk menguasai seorang perempuan sebagai pasangan. Padahal sang perempuan kerap berkorban yang lebih besar meski dalam diam termasuk mendoakan, menyemangati, dan bersedia menjadi pelampiasan kemarahan lelakinya hanya untuk membuat batin sang lelaki tenang. Tidakkah ini sebaik-baiknya pengorbanan?
Sadarilah, bukan perkara mudah mengikhlaskan diri dijadikan pelampiasan amarah, bukan pekara mudah menyemangati kala susah, dan bukan perkara mudah meyakinkan Allah bahwa lelakinya bisa berubah ke arah yang lebih baik. Semua itu butuh kepekaan rasa, kadang tertekan tetapi perempuan sadar; kebijaksanaan membahagiakan butuh dilakukan, meski konsekuensinya kerap tidak disadari sebagai bentuk pengorbanan.
Perempuan lebih banyak mengorbankan perasaannya, meski menyakiti dirinya sendiri namun ada kepuasan batin mampu membuat lelaki yang dicintainya menemukan ketenangan. Untuk itu, cobalah jangan mengungkit-ungkit apa yang sudah dikorbankan seorang lelaki pada perempuannya, bisa jadi itu malah menunjukkan belum adanya kedewasaan. Pikirkan saja upaya agar perempuan yang kita cintai nyaman, terlindungi, dan dihargai; ini sudah lebih dari cukup untuk membuatmu disejajarkan dengan suami idaman dunia-akhirat.[]