DALAM keadaan terdesak, seringkali berutang menjadi satu-satunya cara untuk memecahkan suatu masalah ekonomi. Sebab, tak dapat dipungkiri bahwa dengan meminjam, maka akan bisa melepaskan beban yang harus diselesaikan dengan segera. Meski begitu, terdapat beban lain dalam benaknya, yakni melunasi utang.
Ketika seseorang sudah mencoba berutang, dan ternyata masalahnya bisa teratasi, maka biasanya ia akan kembali berutang. Mengapa? Sebab, ketika berutang, ada orang yang tak memikirkan dahulu dampaknya dikemudian hari. Ia tak memprediksikan apakah mampu membayar utang ataukah tidak. Alhasil, ia harus berutang lagi untuk menutupi utangnya yang pertama.
Jika hal tersebut berlangsung terus menerus, maka kita akan terbiasa berutang. Nah, jika sudah terbiasa berutang, boleh jadi kita akan berada dalam mara bahaya. Bagaimana bisa?
Dilansir dalam muslim.or.id dijelaskan bahwa Rasulullah ﷺ sangat takut berutang dan sangat takut jika hal tersebut menjadi kebiasaannya. Mengapa demikian?
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah ﷺ sering berdoa di shalatnya, “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berutang.”
Berkatalah seseorang kepada beliau, “Betapa sering engkau berlindung dari utang?”
Beliau pun menjawab, “Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya,” (HR. Al-Bukhaari no. 832 dan Muslim no. 1325/589).
Perlu dipahami bahwa berutang bukanlah suatu perbuatan dosa. Tetapi, seseorang yang terbiasa berutang bisa saja mengantarkannya kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Pada hadis di atas disebutkan dua dosa akibat dari kebiasaan berutang, yaitu berdusta dan menyelisihi janji. Keduanya adalah dosa besar bukan?
Mungkin kita pernah menemukan orang-orang yang sering berutang dan dililit oleh utangnya. Apa yang menjadi kebiasaannya? Bukankan orang tersebut suka berdusta, menipu dan mengingkari janjinya? Allaahumma innaa na’udzu bika min dzaalika. []