BANGGA lantaran telah melakukan sebuah dosa adalah sebuah ‘pernyataan langsung’ bahwa seseorang berani menantang Allah SWT. Suatu hari, Rasulullah SAW mengingatkan, “Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa.”
Dan kini di kota-kota besar, di tempat-tempat umum, di media-media sosial, bahkan hingga ke kampung-kampung tampak orang-orang dengan terang-terangan berbuat dosa. Mereka tidak malu-malu lagi berbuat maksiat. Bahkan seolah bangga menikmatinya, lalu menceritakannya dan malah mengajak teman-temannya.
Tempat-tempat maksiat secara pun tanpa malu dan ragu bebas berdiri dan beroperasi di mana-mana. Bahkan transaksi maksiat pun di-online-kan, berbuat dosa pun bersama-sama.
Padahal, dengan terang-terangan berbuat dosa itu, sama saja dengan menantang hukum Allah. Dan itu akan mempercepat turunnnya azab Allah.
“Tidaklah perbuatan zina dan riba itu telah tampak secara terang-terangan di suatu kaum, kecuali mereka telah menghalalkan azab Allah bagi mereka sendiri.” (HR Ahmad).
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan bahwa barang siapa yang berkeinginan untuk menampakkan kemaksiatannya, maka dia telah menyebabkan Tuhannya marah kepadanya. Ini yang menyebabkan pelaku perbuatan ini telah mengharamkan bagi dirinya sendiri ampunan Allah SWT.
Di samping itu, terang-terangan dalam kemaksiatan juga akan menyebabkan tersebarnya kemungkaran di antara manusia.
Sebagai orang beriman, seperti dikatakan sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud ra “Hendaklah seseorang elihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung besar, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sementara orang yang suka berbuat dosa, dosanya seperti lalat yang lewat di atas hidungnya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting, sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh suatu dosa, maka itu akan membinasakannya.” (HR Ahmad).
Untuk itu, agar kemungkaran tidak merajalela, agar dosa tidak melebar dan paling tidak untuk mencegah azab Allah. Tidak ada jalan kecuali meninggalkan perbuatan dosa itu.
Menjauhi tempat-tempat yang haram, penuh dosa dan kemaksiatan adalah sebuah keharusan keimanan. Sebab mendekati tempat kemaksiatan hanya akan menimbulkan gejolak syahwat, keguncangan dan kegelisahan jiwa, serta berpeluang ikut terjatuh kepada lembah kemaksiatan.
Juga hal itu dapat menimbulkan prasangka buruk orang lain, melemahkan iman dan kehilangan kebencian kepada kemaksiatan serta terancam meninggal dalam su’ul khatimah (akhir kematian yang jelek).
Sementara bagi mereka yang mengetahui adanya kemaksiatan di sekitarnya, berkewajiban menjauhinya, tidak ikut di dalamnya, serta berusaha mencegahnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan:
”Barangsiapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu, ubahlah dengan hatinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi).
Selanjutnya, agar tidak terjebak kembali ke dalam kubangan maksiat, maka perkuatlah dengan banyak bergaul dengan orang-orang shalih. Walaupun mungkin tidak akan dapat mencapai kedudukan mereka dalam amal shaleh. Namun paling tidak dapat kecipratan kebaikan-kebaikannya. []
Sumber: http://www.mirajnews.com/2017/11/terang-terangan-berbuat-dosa.html