Oleh: Tati Nurhayati
Tinggal di Bandung, tati.rudy01@gmail.com
Salah satu ajaran Islam yang harus kita tunaikan baik terhadap diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat, dan juga warga negara, adalah keadilan. Keadilan ialah memenuhi hak seseorang sebagaimana mestinya. Tanpa membedakan latar belakangnya, kaya atau miskin, pejabat atau bukan. Bertindak tegas kepada setiap yang bersalah, tanpa tebang pilih.
Sebagai seorang mukmin sejati, hendaknya harus selalu menegakkan keadilan dimana saja dan dalam keadaan apapun. Juga harus adil ketika memutuskan perkara, menjatuhkan sanksi, walaupun posisinya harus mengadili keluarganya sendiri. Masalah keadilan ini harus ditanamkan di dalam hati, apalagi mereka yang berkecimpung di dalam dunia peradilan, misalnya wakil rakyat, hakim, jaksa, dan lainnya. Sungguh, semua perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah swt, baik itu yang dilakukan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.
Allah swt berfirman dalam Qur’an Surat Al Maidah ayat 8 yang artinya, “Hendaklah kamu berdiri lurus karena Allah menjadi saksi untuk keadilan. Dan janganlah karena kebencian terhadap suatu kaum menyebabkan kamu tidak berlaku adil. berlaku adillah, sebab adil itu lebih dekat kepada taqwa”.
Teladan utama kita pun, baginda Rasulullah saw mencontohkan untuk berbuat adil. Tercatat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, “Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri.
Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa melobi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’
Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Maka Usamah pun berkata (melobi) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah,
“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya,” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).
Malulah kita pada Rasul yang mencintai putrinya, tapi rela memotong tangan putri kesayangannya itu jika Fatimah kedapatan mencuri. Malulah kita sebagai muslim tapi lari dari tanggung jawab atas apa yang kita buat. Boleh jadi di dunia kita lepas dari hukuman, tapi Allah Yang Maha Adil akan menghukum kita di peradilanNya. Wallahu’alam bish shawab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.