ISLAM merupakan agama yang paling indah, karena disetiap aturan yang ada di dalamnya itu mudah kita pahami dari kalangan manapun hingga usia berapapun. Itulah hebatnya agama Islam. Nah begitupun dengan sistem perekonomian Islam yang dibuat semudah mungkin untuk kita pahami dan kita jalankan.
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Rambu-rambu tersebut diantaranya; carilah yang halal lagi baik; tidak menggunakan cara batil; tidak berlebih-lebihan atau melampaui batas; tidak didzalimi maupun mendzalimi; menjauhkan diri dari unsur riba, maisir (perjudian dan intended speculation), dan gharar (ketidakjelasan dan manipulatif), serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak, dan sedekah. Ini yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan perekonomian konvensional yang menggunakan prinsip selfinterest (kepentingan pripadi) sebagai dasar perumusan konsepnya.
Islam mendorong pemeluknya untuk bekerja. Hal tersebut disertai jaminan Allah bahwa Ia telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Islam juga melarang umatnya untuk meminta-minta atau mengemis. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah saw. menyatakan,
“Barangsiapa yang mencari dunianya dengan cara yang halal, menahan diri dari mengemis, memenuhi kebutuhan keluarganya, dan berbuat kebaikan kepada tetangganya maka ia akan menemui Tuhan dengan muka atau wajah bersinar bagai bulan purnama.”
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang memperhatikan faktor dunia dan akhirat secara seimbang. Bukanlah muslim yang baik, mereka yang meninggalkan urusan dunia demi kepentingan akhirat, juga yang meninggalkan akhirat untuk urusan dunia.
Penyeimbangan aspek dunia dan akhirat tersebut merupakan karakteristik unik sistem ekonomi Islam. Perpaduan unsur materi dan spiritual ini tidak dijumpai dalam sistem perekonomian lain, baik kapitalis maupun sosialis.
Tidak ada yang meragukan peran sistem kapitalis dalam mengefisiensikan produksi. Peran sistem sosialis dalam upaya pemerataan ekonomi pun sangat berharga. Akan tetapi, kedua sistem tersebut telah mengabaikan pemenuhan kebutuhan spiritual yang sangat dibutuhkan manusia. []
Sumber: Bank Syariah /Karya: DR. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec /Penerbit:Gema Insani