Oleh: Hana Annisa Afriliani,S.S
Penulis buku “The Power Of istri”
KEBANYAKAN dari kita berislam semaunya, bukan semuanya. Yang dirasa mudah diambil, yang dirasa sulit dibuang. Yang disukai dikerjakan, yang dibenci ditinggalkan. Maka Islam bagaikan hidangan prasmanan. Dipilih yang disuka saja.
Padahal seharusnya tidak begitu. Allah SWT menyeru kita untuk berislam secara kaffah alias keseluruhan. Tidak tebang pilih.
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً وَ لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)
Berislam secara keseluruhan artinya kita menjalankan semua syariatNya tanpa kecuali, baik dalam ranah individu, hubungan sosial kemasyarakatan, maupun yang diterapkan lewat institusi negara.
Dalam ranah individu, misalnya shalat, puasa, membayar zakat, haji, berhijab, dan lain sebagainya wajib dilaksanakan. Karena hakikatnya keputusan untuk melakukannya adalah mutlak di tangan kita. Seorang individu yang bertakwa tentu tidak akan berpaling dari kewajiban-kewajiban tersebut.
Dalam hubungan sosial kemasyarakatan pun seringkali kita dihadapkan pada segala macam aktivitas, seperti berjual beli, bergaul dengan lawan jenis, hutang piutang, dan lain-lain. Dalam menjalani semua itu tentu harus disandarkan pada hukum syara, agar tidak melenceng dari ketentuan agama.
Misalnya, dalam berjual beli, Allah SWT melarang para pedagang berbuat curang, seperti mengurangi timbangan, berbohong terhadap kondisi barang, dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ﴿١﴾الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ﴿٢﴾وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ﴿٣﴾أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ﴿٤﴾لِيَوْمٍ عَظِيمٍ﴿٥﴾يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (QS. al-Muthaffifîn: 1-6)
Begitu pun dalam bergaul dengan lawan jenis, Islam telah memiliki tuntunan yang sempurna. Bahwasannya setiap wanita yang telah baligh wajib menutup auratnya secara sempurna apabila berada di hadapan lelaki asing (non mahram), sementara para lelaki diperintahkan untuk ghadul bashar (menundukkan pandangan) dari menatap wanita (non mahram) dengan syahwat.
Lelaki dan perempuan non-mahram juga haram bercampur baur (ikhtilat) kecuali dalam rangka ta’awun saja.
Tak hanya itu, syariat Islam juga mengatur terkait sistem sanksi (uqubat) bagi pelaku kejahatan atau kemaksiatan yang wajib dilaksanakan oleh Negara. Contohnya hukuman jilid (cambuk) dan rajam bagi laki-laki dan perempuan yang berzina. Hukuman tersebut telah sangat gamblang Allah SWT nyatakan di dalam Al-Quran:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. An Nur: 2)
Sistem sanksi dalan Islam bersifat wajib, bukan pilihan yang disesuaikan dengan zaman. Lalu bagaimana jika negara saat ini tidak menerapkannya? Bahkan mirisnya, hukum Islam dinilai kejam dan tidak sesuai dengan zaman sekarang?
Dengan demikian, kita wajib mengupayakan terwujudkan kepemimpinan umum bagi kaum muslimin. Pemimpinnya muslim, sistem pemerintahannya berasaskan pada ideologi Islam. Hanya dengan itulah seluruh hukum syariat dapat diterapkan secara keseluruhan. Mulai dari lingkup individu hingga lingkup negara.
Sungguh aturan Islam sudah selayaknya melekat pada setiap perbuatan manusia. Semua, bukan semaunya. Karena Islam bukan prasmanan. Dengan berislam kaffah niscaya kita akan menggapai rahmat dan ridho Allah SWT.
Bukankah kita semua diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT? Maka sudah sepatutnya kita dedikasikan seluruh hidup kita untuk memperoleh keridhoan Allah SWT, bukan mengejar dunia semata. Wallahu’alam bi shawab. []