ORANG yang sudah terbiasa melaksanakan shalat sunnah, tentu akan terasa sesal jika tidak melaksanakannya. Shalat sunnah seperti shalat wajib baginya. Maka, perasaan bersalah selalu menghantui perasaannya. Maka, ia akan berusaha meluangkan waktu agar bisa melaksanakan shalat sunnah tersebut, di mana pun dan kapan pun waktunya.
Sebagai seorang manusia, yang diberi akal dan pikiran, tentu ia tidak akan berdiam diri suatu tempat. Ia harus pergi ke suatu tempat, di mana tempat tersebut menjadi ladang usahanya. Baik itu berjarak dekat atau pun jauh. Lalu, bagaimana jika seseorang yang sudah terbiasa melaksanakan shalat sunnah, kemudian ingin melaksanakannya, tetapi ia berada di perjalanan?
Jika seorang Muslim bepergian, ia diperbolehkan tidak mengerjakan seluruh shalat-shalat sunnah. Baik itu shalat sunnah rawatib, atau shalat-shalat sunnah lainnya, kecuali dua rakaat sebelum shalat shubuh dan shalat witir.
Abdullah bin Umar RA berkata, “Jika aku kerjakan shalat sunnah, aku pasti menyempurnakan shalatku (tidak mengqasharnya),” (Diriwayatkan Muslim).
Namun, musafir diperbolehkan mengerjakan shalat-shalat sunnah yang dimauinya. Karena Rasulullah ﷺ pernah mengerjakan shalat dhuha delapan rakaat dalam perjalanan. Beliau juga mengerjakan shalat sunnah di atas hewan kendaraannya dalam perjalanannya. []
Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah