Oleh: Winda Widiyawati
Pemerhati Kebijakan Publik
DUTA Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley membela keputusan Presiden Donald Trump yang secara resmi dan sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dengan menyatakan hal tersebut merupakan “kehendak rakyat AS” (liputan6.com). Dubes Haley juga bersikeras bahwa keputusan Trump tersebut akan membantu proses perdamaian antara Israel dan Palestina (international.sindonews.com).
Kebijakan Presiden AS oleh sebagian besar masyarakat dinilai sebagai sebuah kebijakan blunder (tribunnews.com), yakni pembuatan kebijakan dengan kesalahan besar dengan mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem sehingga memicu demonstrasi di wilayah Palestina dan di seluruh dunia.
Kota Yerusalem yang menjadi rebutan oleh bangsa Israel kerap dijuluki sebagai kota suci tiga agama. Di dalam kota ini hidup umat agama Yahudi, Kristen dan Islam. Berdasarkan pengakuan seorang umat Kristen yang bekerja di sebuah restoran Kota Tua Yerusalem, Jonathan Abu Ali (21) yang dilansir laman Australian Broadcasting Corporation, Ahad (10/12) mengaku bahwa pandangan mereka sebagai umat Kristen serupa dengan yang ditanggapi oleh umat Islam disana, yang tidak setuju tanah kelahiran mereka diakui secara sepihak oleh AS, berbeda dengan sikap umat Yahudi yang malah mendukung kebijakan tersebut.
Sudah berabad-abad Yerusalem menjadi sasaran bangsa Israel dan inilah yang membuat konflik Palestina-Israel bertahan sedemikian lamanya. Ketidakberdayaan Israel merebut Yerusalem dari tanah Palestina secara fisik menyebabkan Israel harus merebutnya dengan cara politik, meskipun mata dunia memandang hal tersebut adalah sesuatu yang sangat salah.
Israel dengan bantuan Amerika Serikat mampu bertahan memerangi Palestina sejak berabad-abad waktu lamanya. Dengan dibekali persenjataan yang lengkap, Israel meneror warga Palestina. Tak hanya militer yang mereka perangi, tetapi warga sipil termasuk wanita, orang tua, anak-anak, bahkan binatang, tumbuhan, rumah tempat tinggal, rumah sakit, sekolah serta fasilitas umum lainnya hancur porak poranda oleh serangan Israel yang dikenal tak berperikemanusiaan.
Israel dengan zionisnya yang merupakan umat Yahudi tidak akan pernah berhenti menyerang tanah Palestina yang pernah dijanjikan oleh Tuhan mereka dalam kitabnya. Padahal sebenarnya klaim bangsa Yahudi tentang hak mereka atas Palestina tidaklah berasal dari kitab suci mereka yang masih murni, Taurat, akan tetapi berasal dari kitab Taurat yang telah diubah menjadi kitab Talmud.
Bangsa Yahudi memang pernah tinggal di Palestina sebelum umat Islam datang. Umat Islam sudah tinggal di Palestina selama 14 abad dengan penaklukkan yang dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi. Seharusnya tanah Palestina saat ini telah resmi menjadi tanah umat muslim. Karena kepergian kaum Yahudi ke Mesir dan kemudian kembali lagi ke Palestina dengan membonceng di belakang tentara Inggris tahun 1948 membuat Israel dengan bangsa Yahudinya berani membantai suatu bangsa.
Saat ini ada lima negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Palestina. Ada Amerika Serikat, Republik Ceko, Taiwan, Vanuatu dan Israel itu sendiri. Tanggapan yang keluar dari negara-negara lain termasuk Indonesia adalah dengan mengirimkan delegasi untuk merundingkan kebijakan ini dengan seluruh anggota Organisasi Negara Islam (OKI) di Istanbul, Turki.
Selama ini aksi teror Israel terhadap Palestina tidak pernah dianggap serius oleh kebanyakan masyarakat sehingga konflik yang lama terjadi ini tidak kunjung selesai karena tidak diberikan sebuah solusi yang pasti. Hanya kecaman, kritik, protes dan himbauan yang datang membanjiri setiap perlakuan Israel dan AS terhadap Palestina.
Tidak adanya aksi yang nyata dalam membela bangsa Palestina membuat Israel dan AS semakin semena-mena hingga pernyataan kebijakan tersebut dibuat. Padahal sejatinya masyarakat dunia dapat mengirimkan pasukan untuk menghentikan perang yang tengah berlangsung di Palestina dan memukul mundur Israel dari tanah Palestina. Bukankah jumlah umat muslim di dunia adalah mayoritas?
Jika saja kesadaran untuk membantu sesama kaum muslim di Palestina terbentuk, tentu tentara pasukan kaum muslim akan dengan mudahnya menggentarkan pasukan musuh. Tapi karena yang ada hanyalah kesadaran bahwa masalah Palestina dan Israel hanyalah konflik tanah air dan kita sebagai umat muslim telah diracuni dengan pemikiran nasionalisme, maka wajar kita berpikir bahwa bukan negara kita yang terlibat konflik, jadi tak perlu kita turut membantu dengan bersusah payah.
Rusaknya pola pikir umat muslim saat ini dan gencarnya pemikiran-pemikiran asing yang merasuki sebagian umat muslim di dunia tak akan pernah membuat umat muslim bangkit dari keterpurukannya. Langkah bodoh yang dilakukan Trump dengan mengumumkan
Yerusalem adalah tanah milik bangsa Israel memberikan bukti bahwa saat ini orang-orang Barat takut akan kebangkitan Islam di tanah Palestina.
Mujahid-mujahid yang mereka bunuh dalam peperangan memang sangat banyak, akan tetapi mujahid-mujahid yang tersisa tetap tak terhitung jumlahnya sehingga membuat AS serta sekutunya kalang kabut dan membuat sebuah rencana sembrono yang berakibat terbukanya peluang besar akan hancurnya negara mereka sendiri.
Memang waktu tak dapat dipercepat atau diperlambat, karena dia akan berjalan dengan semestinya. AS, Israel dan para sekutunya pasti takut akan bunyi hadits yang menyatakan bahwa kebangkitan Islam akan segera kembali. Menurut kajian ilmiah yang dilakukan oleh National Intelligence Council’s (NIC) yang merilis sebuah laporan yang berjudul Mapping The Global Future, menggambarkan kebangkitan umat muslim membuat lingkar ketakutan di tubuh negara AS semakin membesar.
Karena saat ini sistem kapitalisme yang dibawa oleh AS sedang terancam, maka tak heran jika AS melakukan segala cara untuk membungkam wilayah-wilayah kaum muslim yang didalamnya terdapat pejuang-pejuang Islam. Seharusnya sebagai umat muslim, semakin dekat dengan kebangkitan maka seharusnya juga semakin bersemangat dalam menegakkannya. Bersatu dan bertambah kuat, baik kualitas dan kuantitasnya. Bukan termakan politik belah bambu yang dilancarkan oleh orang-orang Barat sehingga umat muslim terbagi menjadi banyak golongan dan saling menyalahkan satu sama lain.
Oleh karena itu wajib sebagai seorang muslim di Indonesia untuk mengenal Islam lebih dalam. Ikut menyebarluaskan Islam yang benar (berdakwah) dengan ajaran yang benar. Bukan ikut terprovokasi dalam masalah-masalah yang memang dibuat oleh orang-orang Barat untuk memecah belah Islam. Maka dari itu, melek Islam dengan mengkajinya dan menerapkannya secara sempurna. Karena Islam hanya bisa bangkit jika pemikiran pemeluknya adalah Islam secara utuh dan bersedia untuk mengamalkannya serta ikut memperjuangkan penegakan institusinya. []