JAKARTA –Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah diresmikan pada 10 Oktober 2017 yang lalu, namun dalam pelaksanaanya, Indonesia Halal Watch menilai BPJPH belum dapat berfungsi sebagamana mestinya yang dimandatkan UU JPH.
“BPJPH menghadapi tantangan yang berat dalam menjalankan tugas sebagaimana layaknya sebuah lembaga baru yang memerlukan waktu untuk menata organisasi dan konsolidasi,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch H. Ikhsan Abdullah, S.H., M.H saat ditemui Islampos di Arabic Restaurant Jalan Pramuka Raya Jakarta Pusat (28/12).
Menurut Ikhsan, hingga saat ini BPJPH belum siap untuk menerima dan melayani permohonan sertifikasi halal.
“Belum ada satupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang lahir dan mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI, dimana syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang disertifikasi oleh MUI, sesuai dengan UU JPH Pasal 14 ayat (2) huruf f,” ungkap Ikhsan.
Namun pada kenyataannya BPJPH dan MUI kata dia, belum merumuskan standar sertifikasi auditor halal dan standar akreditasi LPH. Ikhsan menyebutkan, inilah yang melahirkan kegamangan bagi Industri dan UKM yang akan mengajukan sertifikasi halal atas produk-produknya.
“Permohonan diajukan ke LPPOM MUI ataukah ke BPJPH sementara sertifikat halal yang sedang atau sudah jatuh tempo perpanjangan dan mandatory sertifikasi semakin dekat,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan, persiapan memasuki masa wajib sertifikasi yang ditandai dengan labelisasi sertifikat halal dan informasi produk tidak halal dimulai Oktober 2019, maka sosialisasi dan edukasi terhadap UU JPH harus benar-benar sampai kepada dunia usaha dan masyarakat.
“Karena hal ini akan berakibat hukum bagi pelaku usaha bila sampai batas waktunya tiba produk mereka belum bersertifikasi halal, maka Dunia Usaha akan terancam sanksi Pidana dan denda sekaligus,” terangnya. []
Reporter: Rhio