DOA merupakan senjata terdahsyat yang dimiliki oleh umat Islam. Sangat rugi kiranya umat Islam tidak menggunakan senjata yang ia punya ini. Sebab, melalui doalah kita bisa mengubah takdir yang telah Allah tetapkan. Dengan doa pula, kita bisa memohon pada Allah untuk membulak-balikkan hati seseorang. Termasuk hati seorang pemimpin.
Jika selama ini kita merasa banyak pemimpin yang dzalim terhadap rakyatnya, jangan-jangan itu karena rakyatnyalah yang malas untuk mendoakan untuk kebaikan pemimpinnya. Jangan malas mendoakan pemimpin kita, karena mendoakan pemimpin mempunyai banyak manfaat. Berikut manfaat-manfaatnya:
1. Seorang muslim beribadah dengan do’a ini, karena dia ketika mendengar dan taat kepada waliyyul amr adalah melaksanakan perintah Alloh, karena Allah berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian“ (QS. An-Nisa’ : 59).
Maka seorang muslim mendengar dan mentaati waliyyul amr sebagai suatu ibadah, dan termasuk mendengar dan taat kepada waliyyul amr adalah mendoakan mereka, Al-Imam Nashiruddin Ibnul Munayyir rahimahullah (wafat tahun 681 H) berkata : “Mendoakan seorang penguasa yang wajib ditaati adalah disyari’atkan dalam semua keadaan,” (Al-Intishaf di dalam Hasyiyah Al-Kaasyif 4/105-106).
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata, “Mendoakan waliyyul amr termasuk qurbah yang paling agung dan termasuk ketaatan yang paling utama,” (Risalah Nashihatul Ummah Fi Jawaabi ‘Asyarati As’ilatin Muhimmah dari Mausu’ah Fatawa Lajnah wa Imamain).
2. Mendoakan waliyyul amr adalah melepaskan tanggung jawab menjalankan kewajiban, karena do’a termasuk nasihat, dan nasihat wajib atas setiap muslim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Sesungguhnya aku mendoakan dia (yaitu penguasa) dengan kelurusan dan taufiq – siang dan malam – serta dukungan dari Allah, dan saya memandang hal itu wajib atasku,” (As-Sunnah oleh Al-Khollal hal. 116).
3. Mendoakan waliyyul amr adalah satu dari tanda-tanda Ahli Sunnah wal Jama’ah, maka orang yang mendoakan waliyyul amr menyandang salah satu sifat dari sifat-sifat Ahli Sunnah wal Jama’ah, Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari berkata, “Jika Engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan kepada penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli hawa, dan jika Engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli Sunnah Insya Allah,” (Syarhus Sunnah, hal. 116).
4. Sesungguhnya mendoakan waliyyul amr akan kembali manfaatnya kepada para rakyat sendiri, karena jika waliyyul amr baik, maka akan baiklah rakyat dan sejahtera kehidupan mereka, Al-Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Shahihnya dari Qais bin Abi Hazim bahwa seorang wanita bertanya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq : “Apakah yang membuat kami tetap di dalam perkara yang baik ini yang didatangkan Alloh setelah Jahiliyyah ?”, Abu Bakar menjawab, “Tetapnya kalian di atasnya selama istiqamah para pemimpin kalian terhadap kalian” (Shahih Bukhari 3/51).
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Seandainya aku memiliki do’a yang mustajab maka tidaklah aku jadikan kecuali pada penguasa.”
Ketika ditanyakan tentang maksudnya maka Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Jika saya jadikan do’a itu pada diriku maka tidak akan melampauiku, sedangkan jika saya jadikan pada penguasa maka dengan kebaikannya akan baiklah para hamba dan negeri,” (Diriwayatkan oleh Barbahari di dalam Syarhu Sunnah hal. 116-117 dan Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah 8/91-92 dengan sanad yang shahih ).
5. Jika waliyyul amr mendengar bahwa rakyatnya mendoakan kebaikan padanya maka dia akan senang sekali dengan hal itu, yang membuatnya mencintai rakyatnya dan mengupayakan apa saja yang membahagiakan mereka.
Ketika Al-Imam Ahmad menulis surat kepada Khalifah Al-Mutawakkil maka sebelum diserahkan kepadanya beliau memusyawarahkannya dengan Ibnu Khaaqan menteri Al-Mutawakkil, Ibnu Khaaqan berkata kepada beliau : “Seyogyanya surat ini ditambah dengan do’a kebaikan untuk khalifah karena dia senang dengannya”, maka Al-Imam Ahmad menambahnya dengan do’a kebaikan kepada khalifah (As-Sunnah oleh Abdullah bin Ahmad bin Hanbal 1/133-134).[]
Sumber: http://muslim.or.id/