OLEH: CHOQI ISYRAQI
SORE tadi, aku menemani ibuku, bertemu dengan temannya, di sekretariat DKM Masjid salah satu kampus. Kebetulan ibuku memang aktif disana, jadi aku temani, bukan karena mau buang-buang waktu, tapi memang aku ingin jadi anak berbakti.
Di dalam ruangan, kami bertemu dengan sosok anak muda.
“Kang, apa kabar? Sehat”
Oiya, aku ingat. Ini adalah murid ibuku dulu, kebetulan, ibuku guru ngaji. Wajar kalau anak ini kenal, karena kami sering bertemu ketika ia belajar di rumah.
“Silahkan duduk” kami dipersilahkan duduk.
Dia pemuda yang baik hati. Tubuhnya tegas, tapi wajahnya lembut, penuh senyum. Usianya 2 tahun lebih muda dariku. Bukan orang kaya, dan bukan orang populer, biasa saja. Namun aa sungguh sopan, maklum, mungkin karena dulu dia murid ibuku.
Ibu dan pemuda itu banyak mengobrol, sedangkan saya banyak mendengarkan, sesekali memberi komentar.
Pemuda ini bercerita, minggu depan ia akan melangsungkan pernikahannya. Alhamdulillah.
“Alhamdulillah ya udah nikah lagi” Ucap ibuku
Tiba-tiba, ibu menghadapkan wajahnya padaku “Kamu tau, dia ini sungguh luar biasa. Dulu, di kampus, dia itu tinggalnya di masjid. Sering jadi muadzin, atau ngurus-ngurus mesjid. Alhamdulillah, sekarang kerja disini, karena dulu dia cinta banget sama masjid. Makannya, orang sini gak mau ngelepasin, jadi aja ditarik jadi karyawan disini”
Kamu tahu, apa yang membuatku iri? Bukanlah kehidupan orang kaya maupun populer, tapi Kehidupan pemuda ini.
Kehidupan Pemuda ini sungguh luar biasa. Karena kecintaannya pada ibadah, ia mendapatkan dunia. Sedang aku, karena kecintaanku pada dunia, aku meninggalkan ibadah. Itupun, dunia belum kudapat.
Kehidupan Pemuda ini sungguh luar biasa. Ia bukan orang kaya, biasa saja, tapi nampak penuh kebahagiaan. Sedang aku, mencoba untuk menjadi kaya, tapi aku tak merasakan kebahagiaan.
Kehidupan Pemuda ini sunggul luar biasa. Ia bukan orang populer, biasa saja, tapi setiap orang yang mengenalnya, merasa nyaman dengannya. Sedang aku, ingin jadi populer, tapi temanku sedikit, mungkin bisa dihitung jari.
Dulu, aku begitu iri dengan kehidupan orang yang parameternya urusan dunia, entah harta atau popularitas. Kini, semua berubah. Aku iri dengan pemuda ini, Ia tetap bisa menikmati dunia, tanpa meninggalkan urusan akhirat. Sedang aku, belum bisa menikmati keduanya.
Inilah kehidupan sesungguhnya, yang membuatku iri. Iri untuk menjadi yang terbaik, dalam melakukan kebaikan. []