Oleh: Rohmat Saputra
Anggota Kelas Menulis Islampos
TENTU tahu bagaimana reaksi saat orang yang makan sambal. Pedas tapi tidak berhenti tambah dan menikmatnya. Namun pedas yang terasa tidak akan bertahan lama. Itulah kenapa banyak orang bertahan menikmatinya.
Filosofi taubat seperti sambal adalah karena sifatnya tidak bertahan lama. Semangat di awal tapi masuk lagi ke lubang yang sama seperti sebelumnya. Kembali kepada Allah dengan ketundukan dan kepasrahan, tapi ternyata pada kesempatan setelahnya kembali lagi masuk pada jurang maksiat.
Hal itu menunjukkan ada salah satu syarat taubat yang terlewat. Taubat tidak diterima sampai 3 komponen sudah terpenuhi. Yaitu berhenti melakukannya, menyesali perbuatan itu, berazzam untuk tidak melakukannya lagi selamanya.
Taubat sambal ini bisa terjadi kemungkinan adalah godaan syetan yang begitu besar sedangkan benteng hati masih begitu rapuh untuk menahannya. Maka dalam kondisi seperti ini sangat perlu orang-orang sholeh agar mengingatkan pada kebaikan disaat lalai.
Berarti harus masuk dalam suatu komunitas demi menguatkan hati supaya lebih kuat lagi dalam menghadapi godaan syetan. Maka adanya komunitas yang baik akan terwujud dari tempat yang kondusif. Artinya untuk menempuh jalan demi meraih taubat nasuha diantaranya harus berpindah tempat.
Sudah sangat mashur tentang kisah orang yang bertaubat setelah membunuh 100 orang.
Yang menjadi pelajaran disini adalah saat orang itu di beri masukan olah seorang ustadz supaya menjauhi tempatnya dulu. Berhijrah ke tempat yang lebih baik dari sebelumnya.
Sebab jika tak hijrah bisikan-bisikan untuk mengulangi perbuatannya dulu terus berhembus dari teman dan orang-orang sekitarnya. Sangat rentan orang itu kembali membunuh jika masih di tempat yang tidak baik.
Maka hijrah seperti yang dilakukan para Sahabat menjadi wajib untuk menyelamatkan keimanan. Juga hijrahnya Ashabul Kahfi, para pemuda energik yang berusaha menyelamatkan iman dari dominasi kedzaliman penguasa.
Ketika sudah berada di tempat yang kondusif, tinggal meningkatkan amal ibadah saja dan tidak disibukkan dengan godaan-godaan kecil.
Maka dari itu supaya kita terhindar dari taubat sambal adalah:
– Hijrah dari tempat yang buruk
Meninggalkan semua tempat yang menyeret kita untuk mengulangi perbuatan maksiat yang dulu pernah dilakukan.
– Meninggalkan teman yang buruk
Tinggalkan semua teman yang berpotensi buruk terhadap proses diri menjadi baik. Sebab pengaruh teman sangat dominan mengubah sifat seseorang sama dengan temannya tersebut.
– Mengingat buruknya akibat dari maksiat
Dengan membayangkan akibat buruk suatu maksiat, akan mencegah kita mengulangi maksiat yang dulu sering kita lakukan.
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam bukunya Mukhtasar Ad-da’ wa Addawa’ menyebutkan ada 56 akibat buruk dari maksiat. Jika kita lalai dan melanggar larangan Allah maka puluhan akibat tersebut akan kita rasakan.
Diantara akibat buruknya yaitu, kegelapan hati, urusan menjadi sulit, terhalang mendapatkan rezeki, terhalang melakukan ketaatan, akan melahirkan kemaksiatan yang lain, menganggap remeh dosa, menghilangkan rasa malu, menghilangkan wibawa di mata manusia lain dan dilupakan Allah.
Banyaknya akibat dari maksiat tersebut, masihkah kita berani mengulangi perbuatan dosa yang lalu?
– Mengingat Begitu Maha Baiknya Allah kepada kita
Nikmat Allah senantiasa diberikan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Itulah Maha Baiknya Allah kepada kita. Arrahman, Yang Maha Pengasih, memberi anugerah baik kepada pelaku maksiat dan pelaku taat.
Ingatlah nikmat yang Allah berikan kepada kita bukan cuma-cuma. Ada tuntutan yang kudu kita lakukan. Yaitu bersyukur. Dengan bersyukur baik lisan maupun perbuatan berarti kita telah berterima kasih kepada Allah. Termasuk syukur kita kepada-Nya ialah menahan diri dari maksiat. Kita termasuk orang yang bersyukur jika telah berhasil menahan diri dari perbuatan dosa.
Itulah beberapa hal yang bisa membantu taubat menjadi lebih baik. Kita berharap semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. Selama kita bertaubat dengan tulus, Dia akan menghapus dosa kita sampai layaknya bayi yang baru lahir, kembali menjadi fitri.
Wallahu a’lam